Senin, 17 Mei 2010

Jam’iyyatul Qurra’ wa Huffadz (JQH) UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MENYELENGGARAKAN MUSABAQAH CERDAS-CERMAT, TILAWAH, DAN TARTIL AL QUR’AN Tingkat SMA/Sederajat Se-Malang Raya dan Tingkat Mahasiswa UNISMA
Pada hari Minggu, 30 Mei 2010

PENDAHULUAN
Menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman hidup merupakan sebuah keharusan bagi seluruh umat manusi, khususnya umat Islam. Dalam berbagai sendi kehidupan, jika petunjuk-petunjuk yang ada dalam Al Qur’an senantiasa menjadi acuan, niscaya hidup ini akan lebih indah. Misalnya dalam segala aktivitas, Al Qur’an mengajarkan pada kita agar aktivitas-aktivitas yang kita lakukan selalu bernilai ibdah, tentunya dengan cara mengammalkan kandungan hikmah pada ayat-ayat Al Qur’an. Contoh lain, jika Al Qur’an dibaca dirumah kita, maka rahmat Alloh akan menyinari rumah kita yang dapat mendatangkan ketentraman. Karena tidak hanya dalm hitungan ayat saja, lebih daripada itu setiap huruf dalam Al Qur’an yang dibaca dengan baik dan benar akan mendatangkan kebaikan bagi pembacanya. Berdasarkan hal tersebut, maka Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz UNISMA terpanggil untuk memotivasi dan memfasilitasi pemikiran-pemikiran remaja, khususnya siswa dan mahasiswa dalam menanggapi berbagi permasalahn yang terjadi di masyarakat saat ini. Sehingga Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz berinisiatif mengadakan Musabaqoh Cerdas-Cermat, Tilawah, dan Tartil Al Qur’an, yang nantinya diharapkan dapat menumbuhkan rasa kecintaan terhadap Al Qur’an sebagi pedoman hidup umat manusia di dunia, serta mampu menjawab tantangan ditenga pergolakan zaman yang semakin maju.

PERSYARATAN

  • Peserta adalah siswa-siswi SMA/sederajat se-Malang Raya dan mahasiswa aktif UNISMA

  • Peserta tingkat SMA/sederajat boleh atas nama delegasi sekolah (menyerahkan surat delegasi dari sekolah) dan pribadi (menyerahkan Kartu Tanda Pelajar sebanyak 2 lembar).

  • Peserta tingkat mahasiswa dengan ketentuan maksimal semester VIII dan mnyetorkan foto kopi KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) sebanyak 2 lembar.

  • Bagi peserta tingkat mahasiswa hanya diperbolehkan mengikuti 2 jenis lomba (tilawah dan tartil).

  • Peserta lomba tilawah menyiapkan sendiri ayat yang akan dibaca.

  • Mengisi formulir pendaftaran

  • Membayar uang pendaftaran
WAKTU
Hari : Minggu
Tanggal : 30 mei 2010
Jam : 07.00-14.30
Tempat : Hall Oesman Mansoer UNISMA Jl. M.T Haryono 193 Malang

MATERI CCQ
-Al Qur’an dan Hadist                    -Tajwid
-SKI (Sejarah Kebudayaan Islam) - Ghoyah

BIAYA PENDAFTARAN

  • Cerdas-cermat
SMA/sederajat : Rp. 50.000,-

  • Tilawah dan Tartil
Tingkat:
Mahasiswa : Rp. 35.000,-
SMA/sederajat : Rp. 35.000,-

FASILITAS
-Makan               -Softdrink
-Snack                -sertifikat

MEMPEREBUTKAN

  • Piala Tetap Wali kota Malang dan Tabanas

  • Piala Tetap Rektor Unisma dan tabanas

  • Piala Tetap Jam’iyyatul Qurra’ wal huffadz dan Tbanas
TOTAL TABANAS R.p 3.500.000,-

PENDAFTARAN
Pendaftaran dibuka pada tanggal 26 April s.d 23 Mei 2010 di sekretariat jam’iyyatul Qurra wal Huffadz UNISMA Jl. Tata Surya 03 (Pon.Pes Ainul Yaqin) Hubungi: 087 859 942 432 a.n Lutfi

TECHNICAL MEETING
Semua pendaftar lomba wajib menghadiri technical meeting yang akan diadakan pada hari Jum’at, 28 Mei 2010 pukul 08.00 W.I.B di masjid kampus UNISMA (AINUL YAQIN) Jl. Tata Surya

SUSUNAN ACARA
07.00-07.30 Cheking peserta
07.30-08.30 Pembukaan
08.30-12.00 Pelaksanaan Lomba di Masing-masing Tempat
12.00-12.30 Ishoma
12.30-13.30 Final CCQ
13.30-14.30 Pengumuman Semua Pemenang

REWARD GURU PENDAMPING
Sekolah berhak mendapatkan maksimal 2 sertifikat guru pendamping dari panitia



CONTACT PERSON
Ahmad Syafii 087 859 069 551
Nurul badriyah (0341) 9503548
Sekretariat (0341) 3179383

MATERI GHOYAH

MATERI GHOYYAH
  1. Pengetahuan tentang Qiro’ah
  • Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar
  1. Ada berapakah lagu standart yang dipakai untuk tilawatil qur’an bilmujawwadah?
  2. Dibawah naungan apakah organisasi LPTQ Jawa Timur?
  3. Sebutkan pembagian dari lagu bayati!.berikan satu contoh dari macam-macam lagu tersebut!
  4. Sebutkan macam-macam lagu hijaz, berikan contoh dari lagu tersebut!
  5. Lagu apakah yang bernuansa sedih, berikan contohnya!

B. Pengetahuan Lagu
  • Menyebutkan nama lagu dari contoh yang dilantunkan oleh dewan juri.
  1. Dewan juri memberikan contoh lagu “Bayati Qoror”.
Pertanyaan : Lagu apakah dari contoh tersebut?
Jawaban : Bayati Qoror
  1. Dewan juri memberikan contoh lagu “Hijaz”.
Pertanyaan : Lagu apakah dari contoh tersebut?
Jawaban : Hijaz
  1. Dewan juri memberikan contoh lagu “Hijaz kar”.
Pertanyaan : Lagu apakah dari contoh tersebut?
Jawaban : Hijaz kar
  1. Dewan juri memberikan contoh lagu “Rast Ashli”.
Pertanyaan : Lagu apakah dari contoh tersebut?
Jawaban : Rast Ashli
  1. Dewan juri memberikan contoh lagu “Hijaz kur”.
Pertanyaan : Lagu apakah dari contoh tersebut?
Jawaban : Hijaz kur
  1. Dewan juri memberikan contoh lagu “Rast alannawa”.
Pertanyaan : Lagu apakah dari contoh tersebut?
Jawaban : Rast ‘alannawa
  1. Dewan juri memberikan contoh lagu “nahawand”.
Pertanyaan : Lagu apakah dari contoh tersebut?
Jawaban : Nahawand
  1. Dewan juri memberikan contoh lagu “Shoba”.
Pertanyaan : Lagu apakah dari contoh tersebut?
Jawaban : Shoba
  1. Dewan juri memberikan contoh lagu “Sikah”.
Pertanyaan : Lagu apakah dari contoh tersebut?
Jawaban : Sikah

C. Memberikan Contoh Lagu
1. Berikan contoh dari lagu “Bayati Husaini”
2. Berikan contoh dari lagu “shoba”
3. Berikan contoh dari lagu hijaz kard
4. Berikan contoh dari lagu rast ashli
5. Baerikan contoh dari lagu rast ‘alannawa
6. Berikan contoh dari lagu nahawand
7. berikan contoh dari lagu Sikah
8. Berikan contoh darii lagu
9. Berikan contoh dari lagu bayati qoror
D. Pengetahuan tentang Qiro’ah Sab’ah
1. Dewan juri memberikan contoh qiro’ah sab’ah riwayat “warsy”
Pertanyaan : riwayat apakah contoh tersebut
Jawaban : Warsy
2. Dewan juri memberikan contoh qiro’ah sab’ah riwayat “Qolun”
Pertanyaan : riwayat apakah contoh tersebut
Jawaban : Riwayat Qolun
3. Dewan juri memberikan contoh qiro’ah sab’ah riwayat “Kholaf”
Pertanyaan : Riwayat apakah contoh tersebut
Jawaban : Riwayat Kholaf
4. Dewan juri memberikan contoh qiro’ah sab’ah riwayat “warsy”
Pertanyaan : Riwayat apakah contoh tersebut
Jawaban : Warsy
5. Dewan juri memberikan contoh qiro’ah sab’ah riwayat “kholaf”
Pertanyaan : Riwayat apakah contoh tersebut
Jawaban : Warsy
6. Dewan juri memberikan contoh qiro’ah sab’ah riwayat “Qolun”
Pertanyaan : Riwayat apakah contoh tersebut
Jawaban : Warsy
7. Dewan juri memberikan contoh qiro’ah sab’ah riwayat “Kholaf”
Pertanyaan : Riwayat apakah contoh tersebut
Jawaban : Warsy
8. Dewan juri memberikan contoh qiro’ah sab’ah riwayat “warsy”
Pertanyaan : Riwayat apakah contoh tersebut
Jawaban : Warsy
9. Dewan juri memberikan contoh qiro’ah sab’ah riwayat “Kholaf”
Pertanyaan : Riwayat apakah contoh tersebut
Jawaban : Warsy
10. Dewan juri memberikan contoh qiro’ah sab’ah riwayat “warsy”

Senin, 10 Mei 2010

MATERI SKI #1

1).Tanda wujudnya peradaban, menurut Ibn Khaldun adalah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmetik, astronomi, optic, kedokteran dsb
2).Sejarah peradaban islam diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan islam dalam perspektif sejarahnya, dan peradaban islam mempunyai berbgai macam pengetian lain diantaranya
Pertama : sejarah peradaban islam merupakan kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang di hasilkan dalam satu periode kekuasaan islam mulai dari periode nabi Muhammad Saw sampai perkembangan kekuasaan islam sekarang.
Kedua : sejarah peradaban islam merupakan hasil hasil yang dicapai oleh ummat islam dalam lapangan kesustraan, ilmu pengetahuan dan kesenian.
Ketiga : sejarah perdaban islam merupakan kemajuan politik atau kekuasaan islam yang berperan melindungi pandangan hidup islam terutama dalam hubungannya dengan ibadah ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup bermasyarakat.
3). Dalam perspektif Islam manusia sebagai pelaku sekaligus pembuat peradaban memiliki kedudukan dan peran inti, kedudukan dan posisi manusia di kisahkan dalam Al Qur’an diantaranya:
Pertama : manusia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna dan paling utama Allah. Sebagai konsekwensi logis manusia memilki kebebasan yang bertanggung jawab, dalam arti yang seluas luasnya dan pada dimensi yang beragam yang pasa gilirannya merupakan amanat yang harus di pikul.
Kedua : guna mengemban tugasnya sebagai mahluk yang di mulyakan Allah, tidak sepeti ciptaan Allah yang lain. Semuanya mempunyai tekanan yang sama yaitu agar manusia menggunakan akalnya hanya untuk hal hal yang positif sesuai dengan fitrah dan panggilan hati nuraninya, dan amatlah tercella bagi orang yang teperdaya oleh hawa nafsu terlepas dari kemanusiaannya dan fitrahnya.dan dalam hal ini
4). Dalam paradaban Islam struktur organisasi dan bentuknya secara material berbeda-beda, namun prinsip-prinsip dan nilai-nilai asasinya adalah satu dan permanent. Prinsip-prinsip itu adalah ketaqwaan kepada Tuhan (taqwa), keyakinan kepada keesaan Tuhan (tauhid), supremasi kemanusiaan di atas segala sesuatu yang bersifat material, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan penjagaan dari keinginan hewani, penghormatan terhadap keluarga, menyadari fungsinya sebagai khalifah Allah di Bumi berdasarkan petunjuk dan perintahNya (syariat).
5). Karena islam lahir di Arab, maka isi dari ruang lingkup dari sejarah peradaban islam membahas tentang riwayan nabi Muhammad SAW sebagai pembawa wahyu tuhan sejak beliau belum dilahirkan sampai beliau wafat, perjuang-perjuangan nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama islam, kemajuan islam yang diteruskan oleh para sahabatnya masa disintregrasi, masa kemunduran, penyebaran islam dibelahan dunia barat hubungan perkembangan islam di negara kita ini serta pusat-pusat peradaban islam.
6). Indonesia merupakan negara Muslim terbesar di seluruh dunia. Muslim di Indonesia juga dikenal dengan sifatnya yang moderat dan toleran. Sejarah awal penyebaran Islam di sejumlah daerah yang sekarang dikenal sebagai Indonesia sangatlah beragam. Penyebaran Islam di tanah Jawa sebagian besar dilakukan oleh walisongo (sembilan wali). Berikut ini adalah informasi singkat mengenai walisongo.
"Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.
7). Rasululah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diamperiode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari Makkah ke seluruh Jazirah Arab.
8). Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam.
9). Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf Al-Quran, karena mushaf Al-Quran baru selesai dibukukan pada zaman Khalif Utsman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Naskah Quran pertama kali hanya dibuat tujuh buah yang kemudian oleh Khalif Utsman dikirim ke pusat-pusat kekuasaan kaum Muslimin yang dipandang penting yakni (1) Makkah, (2) Damaskus, (3) Sana di Yaman, (4) Bahrain, (5) Basrah, (6) Kuffah, dan (7) yang terakhir dipegang sendiri oleh Khalif Utsman.
10). Naskah Quran yang tujuh itu dibubuhi cap kekhalifahan dan menjadi dasar bagi semua pihak yang berkeinginan menulis ulang. Naskah-naskah tua dari zaman Khalifah Utsman bin Affan itu masih bisa dijumpai dan tersimpan pada berbagai museum dunia. Sebuah di antaranya tersimpan pada Museum di Tashkent, Asia Tengah.
11).Mengingat bekas-bekas darah pada lembaran-lembaran naskah tua itu maka pihak-pihak kepurbakalaan memastikan bahwa naskah Quran itu merupakan al-Mushaf yang tengah dibaca Khalif Utsman sewaktu mendadak kaum perusuh di Ibukota menyerbu gedung kediamannya dan membunuh sang Khalifah.
12). Perjanjian Versailes (Versailes Treaty), yaitu perjanjian damai yang diikat pihak Sekutu dengan Jerman pada akhir Perang Dunia I, di dalam pasal 246 mencantumkan sebuah ketentuan mengenai naskah tua peninggalan Khalifah Ustman bin Affan itu yang berbunyi: (246) Di dalam tempo enam bulan sesudah Perjanjian sekarang ini memperoleh kekuatannya, pihak Jerman menyerahkan kepada Yang Mulia Raja Hejaz naskah asli Al-Quran dari masa Khalif Utsman, yang diangkut dari Madinah oleh pembesar-pembesar Turki, dan menurut keterangan, telah dihadiahkan kepada bekas Kaisar William II (Joesoef Souyb, Sejarah Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang, cet. 1, 1979, hal. 390-391).
13). Istri Nabi Muhammad SAW yang senantiasa memperhatikan dan membela perjuangannya pada awal perkembangan Islam adalah ....
a. Siti Khodijah c. Siti Aminah
b. Siti Aisyah d. Siti Fatimah
Kunci : A
14). Perintah Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW pada peristiwa Isra’ Mi’raj adalah ....
a. Shalat c. Puasa
b. Zakat d. Haji
Kunci : A
15). Tugas Rasullulah SAW sebagai Daiyan Ilallah berarti ....
a. sebagai penerang umatnya c. memberikan janji dan ancaman
b. memberitakan kabar baik d. mengajak manusia menyembah Allah
Kunci : D
16). Ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kesempurnaan agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW terdapat dalam surat AL-Maidah ayat ....
a. 2 c. 4
b. 3 d. 5
Kunci : A
17). Salah satu kebijaksanaan Umar bin Khattab dalam pembangunan bidang ekonomi adalah ....
a. mengubah perpajakan c. membuat alat tukar
b. mendirikan Baitul Mal d. membangun pasar
Kunci : B
18). Perjanjian antara Rasullulah SAW dengan Bani Quraidhah dan Bani Nadzir disebut ....
Kunci : Perjanjian Madinah atau Piagam Madinah.
19). Ibadah haji yang dilaksanakan Rasulullah SAW pada akhir masa hidupnya disebut ....
Kunci : Haji Wada’/Haji Pamitan
20). Angkatan laut (marinir) pada masa Al-Khulafa AL-Rasyidin dikembangkan pertama kali pada masa
Khalifah ....
Kunci : Usman bin Affan
21). Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.
22). Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membait Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah, dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.
23). Secara terminology, definisi tentang tasawuf juga dapat dirujuk dari banyak
tokoh. Menurut Abu Qosim Abdul Karim al-Qusyairi (tt: 56-57), tasawuf adalah
menjabarkan ajaran al-Qur’an dan Sunnah, berjuang mengendalikan nafsu, menjahui
perbuatan Bid’ah, mengendalikan syahwat dan menghindari sikap meringankan
ibadah. Menurut Ma’ruf ak-Karkhi sebagaimana dikutip oleh Al-Syuhrawardi
(1985: 326) tasawuf adalah mengambil hakekat dan tidak tamak dari apa yang
dimiliki oleh makhluk. Menurut al-Nuri sebagaimana dikutip oleh Ibrahim Basuni
(1969: 18), tasawuf adalah akhlak mulia. Abu Wafa al-Ghanimi al-Taftazani (1974:
3-12) mendefinisikan tasawuf sebagai sikap menempuh kehidupan zuhud,
menghindarkan diri dari kehidupan duniawi, melakukan berbagai macam ibadah,
melemahkan dimesndi jasmani dan memperkuat dimensi ruhani.
24). Secara histories lahirnya tasawuf didorong oleh beberapa faktor: (1) reaksi
atas kecenderungan hidup hedonis yang mengumbar syahwat, (2) perkembangan
teologi yang cenderung mengedepankan rasio dan kering dari aspek moral-spiritual,
(3) katalisator yang sejuk dari realitas umat yang secara politis maupun teologis
didominasi oleh nalar kekerasan (Al-Afifi, 1989: 30). Oleh karena itu sebagian
ulama memilih menarik diri dari pergulatan kepentingan yang mengatasnamakan
agama dengan praktek-praktek yang berlumuran darah.
25). Menurut Hamka (1978: 75), kehidupan sufistik sebenarnya lahir bersama
dengan lahirnya Islam itu sendiri, sebab ia tumbuh dan berkembang dari pribadi
Nabi saw. Tasawuf Islam sebagaimana terlihat melalui praktek kehidupan Nabi dan
para sahabatnya itu sebenarnya sangatlah dinamis. Hanya saja sebagian ulama
belakangan justru membawa praktek kehidupan sufistik ini menjauh dari kehidupan
dunia dan masyarakat. Tasawuf kemudian tak jarang dijadikan sebagai pelarian dari
tanggung jawab sosial dengan alasan tidak ingin terlibat dalam fitnah yang terjadi di
tengah-tengah umat. Mereka yang memilih sikap uzlah ini sering mencari-cari
pembenaran (apologi) atas tindakannya pada firman Allah. Padahal dapat diketahui
bersama bahwa nabi dan para sahabatnya sama sekali tidak melakukan praktek
kehidupan kerahiban, pertapaan atau uzlah. Mereka tidak lari dari kehidupan aktual
umat, tetapi justru terlibat aktif mereformasi kehidupan yang tengah dekaden agar
menjadi lebih baik dan sesuai dengan cita-cita ideal Islam ((Hamka: 1978, 76).
26). Menurut al-Dzahabi (1987: 23), istilah sufi mulai dikenal pada abad ke-2
Hijriyah, tepatnya tahun 150 H. Orang pertama yang dianggap memperkenalkan
istilah ini kepada dunia Islam adalah Abu Hasyim al-Sufi atau akrab disebut juga
Abu Hasyim al-Kufi, tetapi pendapat lain menyebutkan bahwa tasawuf baru muncul
di dunia Islam pada awal abad ke-3 hijriyah yang dipelopori oleh al-Kurkhi, seorang
masihi asal Persia. Tokoh ini mengembangkan pemikiran bahwa cinta (mahabbah)
kepada Allah adalah sesuatu yang tidak diperoleh melalui belajar, melainkan karena
faktor pemberian (mauhibah) dan keutamaan dari-Nya. Adapun tasawuf baginya
adalah mengambil kebenaran-kebenaran hakiki
27). Banyak para penghafal Al-Quran yang wafat dalam perang Yamamah.
Maka Umar bin Khattab menyarankan Khalifah Abu Bakar untuk menulis
Al-quran dalam satu media, maka ditunjuk Zaid bin Tsabit untuk menulis
Al-Quran. Maka tersusunlah Al-Quran dan susunan tersebut diberi nama
mushaf al-imam.
28). Pada Masa Khalifah Usman bin Affan, Mushaf digandakan dan dikirim ke kota-kota Islam yaitu Bashrah, Kuffah, Madinah, Mekkah, dan Baghdad. Mushaf-mushaf tersebut diberi nama
mushaf usmani. Al-quran yang kita temui sekarang ini berpedoman pada mushaf usmani
Pedoman dalam pengurutan surat-surat Al-quran:
1. Petunjuk Rasulullah saw. sebelum beliau wafat
2. Ashabuththiwal
29). Berdasarkan panjang pendek surat. Surat-surat yang panjang diletakkan
pada juz-juz awal.
Pedoman dalam penamaan surat:
1. Petunjuk Rasulullah
2. Kata pertama dalam surat
3. Berdasarkan isi surat
30). Syariat Islam adalah ajaran Islam yang membicarakan amal manusia baik sebagai makluk ciptaan Allah maupun hamba Allah. Terkait dengan susunan tertib Syari'at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Pengertian Syari’at bisa disebut syir’ah. Artinya secara bahasa adalah sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang untuk minum. Perkataan “syara’a fiil maa’i” artinya datang ke sumber air mengalir atau datang pada syari’ah. Kemudian kata tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk manusia. Sedangkan arti Syari’at menurut istilah adalah “maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani rusulihil kiraami liyukhrijan naasa min dayaajiirizh zhalaami ilan nuril bi idznihi wa yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi.” Artinya, hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
31) Belakangan ini, ada kecenderungan sebagian umat Islam menjadikan syariat Islam seolah-olah bagaikan obat antibiotik yang dapat menyembuhkan semua penyakit di setiap tempat dan di segala zaman. Mereka berpandangan bahwa syariat Islam itu sempurna sehingga mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat, mulai ibadah, muamalah, sampai sistem pemerintahan.
. Klaim kesempurnaan di atas biasanya didasarkan pada tiga dalil. Pertama, dalam al-Maidah ayat 3, Allah telah menyatakan, "Pada hari ini, telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu."
Kalimat ini sebenarnya hanyalah penggalan ayat yang sebelumnya berbicara mengenai keharaman makanan tertentu dan larangan mengundi nasib serta larangan untuk takut kepada orang kafir. Karena itulah, konteks ayat itu menimbulkan pertanyaan atas kata "sempurna": apakah kesempurnaan itu berkaitan dengan larangan-larangan di atas atau berkaitan dengan keseluruhan syariat Islam?
Dari sudut peristiwa turunnya ayat, potongan ayat di atas turun pada hari Arafah saat Rasulullah Muhammad menunaikan haji. Karena itulah, sebagian ahli tafsir membacanya dalam konteks selesainya aturan Allah mengenai ibadah, mulai salat sampai haji. Sebagian ahli tafsir menganggap potongan ayat ini turun saat fathu Makkah. Dengan demikian, dikaitkan dengan larangan sebelumnya untuk takut kepada kaum kafir, penggalan ayat "kesempurnaan" tersebut dibaca dengan makna, "Sungguh pada hari ini telah Aku tundukkan musuh-musuh kalian."
32). Islam yang dibawa Nabi Musa lebih luas dibandingkan yang dibawa Nabi Nuh. Karena itu, tak heran jika Al-Qur’an pun menyebut-nyebut tentang Taurat. Misalnya di ayat 145 surat Al-A’raf. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa di Luh-luh (Taurat) tentang segala sesuatu sebagai peringatan dan penjelasan bagi segala sesuatunya.…
33). Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia. Oleh karena itu, Islam yang dibawanya lebih luas dan menyeluruh. Tak heran jika Al-Qur’an bisa menjelaskan dan menunjukkan tentang segala sesuatu kepada manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab sebagai penjelas segala sesuatu. (An-Nahl: 89)
34). Dengan kesempurnaan risalah Nabi Muhammad saw., sempurnalah struktur kenabian dan risalah samawiyah (langit). Kita yang hidup setelah Nabi Muhammad diutus, telah diberi petunjuk oleh Allah tentang semua tradisi para nabi dan rasul yang sebelumnya. Allah swt. menyatakan hal ini di Al-Qur’an. Mereka orang-orang yang telah diberikan petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An’am: 90). Dan kamu diberi petunjuk tentang sunah-sunah orang-orang yang sebelum kamu. (An-Nisa: 20)
35). Sedangkan tentang telah sempurnanya risalah agama-Nya, Allah menyatakan dalam surat Al-Maidah ayat 3. Pada Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku, dan Aku ridha Islam sebagai agama bagimu sekalian….
36). Allah menegaskan dalam Al-Qur’am, “Barangsiapa menentang Rasul sesudah nyata petunjuk baginya dan mengikuti bukan jalan orang-orang mukmin, niscaya Kami angkat dia menjadi pemimpin apa yang dipimpinnya dan Kami masukkan ke dalam neraka jahanam. Itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115).
37). Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasu-Nya dan hendak membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan Rasul-Nya, mereka berkata, kami beriman kepada setengah (Rasul) dan kafir kepada yang lain, dan mereka hendak mengambil jalan tengah (netral) antara yang demikian itu. Mereka itu ialah orang-orang kafir yang sebenarnya, dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir itu siksaan yang menghinakan (An-Nisa:150-151).
38). Allah berfirman, “Hai ahli kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul Kami, yang menerangkan (syariat Kami) kepadamu ketika rasul-rasul telah putus supaya kamu tidak berkata, ‘Tidak datang kepada kami pemberi kabar gembira dan tidak pula memberi peringatan.’ Allah MahaTahu atas segala sesuatu.” (Al_maidah: 19)
39). Islam adalah agama yang dibawa oleh seluruh nabi dan rasul. Dimulai dari Nabi Adam a.s. dan Nabi Muhammad saw. menjadi penutup seluruh risalah. Allah swt. menegaskan hal ini melalui lisan para nabi. Misalnya dari lisan Nabi Nuh a.s. sendiri kita mendapat informasi bahwa Allah menyuruhnya menjadi muslim. “… dan aku disuruh supaya tergolong menjadi orang-orang yang berserah diri kepada Allah (muslim).” (Yunus: 72)
40). Islam adalah menyerahkan diri kepada Allah swt. dengan menerima segala perintah, larangan, dan kabar-Nya yang terdapat dalam wahyu. Siapa yang menyerahkan wajah, hati, dan anggota badannya kepada Allah swt. dalam semua aspek kehidupan, maka ia adalah seorang muslim.
41). Tidak menyerahkan diri secara total kepada Allah swt. dan tidak menerima hukum-hukum-Nya untuk diaplikasikan dalam kehidupan, kita belum dianggap Islam. Hal ini termaktub dalam pernyataan Allah swt. Al-Qur’an ketika ada yang menolak Rasulullah menerapkan hukum seperti yang telah Allah tetapkan. “Maka demi Rabb-mu, nereka tidak beriman (sebenarnya) hingga mereka menjadikan kamu hakim untuk memutuskan perselisihan di antara mereka, kemudian mereka tidak merasa dalam dirinya keberatan dalam putusanmu, dan mereka menerima dengan sepenuh hati.” (An-Nisa: 65).
42). Hukum-hukum Allah hanya dapat diketahui dengan perantara wahyu yang sampai kepada kita melalui para rasul yang jujur. Jika manusia punya logika yang jernih, tidak ada alasan baginya untuk tidak menerima dan melaksanakan hukum-hukum Allah. Sebab, Allah yang menciptakan kita. Sudah seharusnya kita tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta. Konsekuensi menjadi hamba adalah mentaati peraturan yang ditetapkan oleh Allah swt. Dan, sudah pasti aturan-aturan itu adalah kaidah-kaidah yang sesuai dengan karakteristik kita sebagai manusia karena dibuat oleh Allah Yang Mengetahui segala sesuatu lagi Maha Bijaksana.
43). Kata Al-quran berasal dari bahasa arab ¨qara-a¨ yang berarti membaca
dan mempunyai bentuk mashdar ¨quranan¨ yang artinya bacaan. Jadi secara
bahasa Al-Quran berarti bacaan atau yang dibaca. Menurut istilah adalah
kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dengan menggunakan
bahasa arab dan disampaikan kepada umat-umat Nabi Muhammad saw secara
turun temurun (mutawattir), bila membacanya dengan benar bernilai ibadah,
dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Sehingga
menurut pengertian tersebut maka Al-Quran menjadi sumber hukum utama
umat Islam.

44). Al-quran diturunkan secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun di dua
kota yaitu Mekah dan Madinah. Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah disebut
dengan ayat makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah
disebut ayat madaniyyah. Ayat-ayat makkiyah berisi tentang ajaran dan
perintah bertauhid (meng-Esa-kan Allah), dan ayat-ayat madaniyyah berisi
perintah ibadah, muamalat, dan sebagainya.
45). Pada masa Rasulullah saw. Al-Quran ditulis di batu, kayu, pelepah dan sebagainya.
46). Masa Khalifah Abu Bakar
Banyak para penghafal Al-Quran yang wafat dalam perang Yamamah.
Maka Umar bin Khattab menyarankan Khalifah Abu Bakar untuk menulis
Al-quran dalam satu media, maka ditunjuk Zaid bin Tsabit untuk menulis
Al-Quran. Maka tersusunlah Al-Quran dan susunan tersebut diberi nama
mushaf al-imam.
47). Masa Khalifah Usman bin Affan
Mushaf digandakan dan dikirim ke kota-kota Islam yaitu Bashrah, Kuffah,
Madinah, Mekkah, dan Baghdad. Mushaf-mushaf tersebut diberi nama
mushaf usmani. Al-quran yang kita temui sekarang ini berpedoman pada
mushaf usmani
48). Pedoman dalam pengurutan surat-surat Al-quran:
1. Petunjuk Rasulullah saw. sebelum beliau wafat
2. Ashabuththiwal

49). Berdasarkan panjang pendek surat. Surat-surat yang panjang diletakkan
pada juz-juz awal.
Pedoman dalam penamaan surat:
1. Petunjuk Rasulullah
2. Kata pertama dalam surat
3. Berdasarkan isi surat
50). dalam Islam sejak awal sudah ada konsep “Ahl al-Kitab” (Ahli Kitab) yang memberi kedudukan kurang lebih setara pada kelompok non-muslim, dan ini dibenarkan oleh al-Qur’an sendiri, tetapi selalu saja ada interpretation away - yaitu suatu cara penafsiran yang pada akhirnya menafsirkan sesuatu yang tidak sesuai lagi dengan bunyi tekstual Kitab Suci, sehingga ayat yang inklusif misalnya malah dibaca secara eksklusif.

Kamis, 29 April 2010

Assalamu'alaikum wr wb
Inilah blog JQH UNISMA yang digunakan untuk informasi mengenai kegiatan lomba serta sebagai sarana belajar ke-Al Quran-an. Silakan para pembeca membeikan kritik konstruktif terhadap kami melalui kolom comment yang tersedia.
Informasi lain tentang lomba-lomba yang akan diselenggarakan insya Alloh akan segera diberitahukan dalam blog ini.
Wassalamu'alaikum wr wb

MATERI TAJWID

BAB I
KEUTAMAAN MEMBACA & MENGAJARKAN AL QUR’AN


1.1.Keutamaan Membaca Al Qur’an
Al Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci yang bernilai ibadah bagi pembacanya. Yang dimaksud membaca dalam hal ini adalah melafalkan/melantukan kalimat-kalimat atau ayat-ayat Al Qur’an. Belum termasuk membaca dalam arti mengkaji kandungan-kandungan ajaran Al Qur’an. Berikut ini sebagian dalil dari beberapa dalil tentang keutamaan membaca/melantunkan Al Qur’an yang bersumber dari kitab suci Al Qur’an maupun hadist, antara lain:
a. Termaktub dalam Q.S. Al-Faathir: 30-31.
اِنَّ الَّذِيْنَ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَأَقاَمُوا الصَّلاَةَ وَأَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْناَهُمْ سِرًّا وَعَلاَنِيَّةً يَرْجُوْنَ تِجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ. (٢٩) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُوْرَهُمْ وَيَزِيْدَهُمْ مِنْ فَضْلِهَ إِنَّهُو غَفُوْرٌ شَكُوْرٌ (٣٠)
Artinya:
29. Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,
30. agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri[1259].
b. Hadist nabi riwayat Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim Al-Bukhari (imam Bukhori) dalam kitab shahihnya.
وَرَوَيْناَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ )) رواه أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم البخاري في صحيحه الذي هو أصح الكتاب بعد القران.
Artinya: Dan kami (pengarang kitab Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an) meriwayatkan dari Utsman bin Affan r.a berkata: telah bersabda rasul S.A.W: ((Sebaik-baiknya kamu sekalian adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya)). Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim Al-Bukhari telah meriwayatkan dalam kitab shahihnya yang merupakan paling shahihnya kitab setelah Al Qur’an.

b.Hadist nabi riwayat imam Bukhori dan Qusyairi (Abul Husain Muslim bin Alhujjaj bin Muslim Annaisaburi) dalam kitab shahih keduanya.
عن عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:(( الَّذِيْ يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ اْلبَرَرَةِ وَالَّذِيْ يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ وَهُوَ يَتَتَعْتَعُ فِيْهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌ لَهُ أَجْرَانِ )) رواه البخاري وأبو الحسين مسام بن الحجاج بن مسلم (القشيري) النيسابوري في صحيحهما.
Artinya: Dari Aisyah, semoga Allah S.W.T meridloinya telah berkata: telah bersabda Rosul S.A.W: Adapun orang yang membaca Al Qur’an dan mahir (membacanya) beserta golongan orang-orang yang mulya lagi baik-baik, dan orang yang membaca Al Qur’an dan terbata-bata (membacanya) karena kesulitan mendapat dua pahala)).

c.Hadist Qudsi (firman Allah kepada malaikat Isrofil) dalam kitab Mafaatihul Jinaan (Syaikh Ya'qub bin Sayyid Ali r.a) dengan sanad yang shahih.
قَالَ اللهُ تَعَالَى يَا اِسْرَافِيْل بِعِزَّتِيْ وَجَلاَلِيْ وَجُوْدِيْ وَكَرَمِيْ (مَنْ قَرَأَ بسم الله الرحمن الرحيم مُتَّصِلَةً بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ مَرَّةً وَاحِدَةَ اِشْهَدُوْا عَلَى اَنِّيْ قَدْ غَفَرْتُ لَهُ وَقَبِلْتُ مِنْهُ اْلحَسَنَاتُ س وتَجَاوَزْتُ عَنْهُ السَّيِّئَاتُ وَلاَ اَحْرِقُ لِسَانَهُ بِالنَّارِ وَاُجِيْرُهُ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ وَالنَّارِ وَعَذَابِ اْلقِيَامَةِ وَاْلفَزَعِ اْلأَكْبَرِ وَيَلْقَانِيْ قَبْلَ اْلاَنْبِيَاءِ وَاْلاَوْلِيَاءِ اَجْمَعِيْن
Artinya: Allah SWT berfirman, wahai Isrofil “demi kejayaan, keagungan, kemurahan dan kemulyaanKu, barang siapa yang membaca
بسم الله الرحمن الرحيم disambung dengan Al Fatihah satu kali saja, saksikanlah bahwa Aku sungguh telah mengampuninya, Aku terima amal-amal baiknya, aku ampuni dosa-dosanya dan Aku tidak akan membakar lisannya dengan api neraka, akan Aku selamatkan dia dari siksa kubur, neraka dan siksa hari kiamat serta bencana yang besar, dia akan bertemu denganKu lebih dulu sebelum para nabi dan wali.

d.Hadist nabi riwayat imam Muslim berikut ini.
ثبت عن أبى مسعود الأنصارى البدري رضي الله عنه, عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (( يَئُمُّ اْلقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ تَعَالىَ )) رواه مسلم.
Artinya: Telah tetap riwayat dari Abi Mas’ud golongan Anshar dan pasukan perang badar, semoga Allah S.W.T meridloinya, dari rosulullah S.A.W, beliau bersabda: ((Orang yang paling (fashih) bacaan Al Qur’annya yang mengimami suatu kaum)). Imam Muslim telah meriwayatkan.


e.Hadist nabi riwayat Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa At-Tirmidzi berikut ini.
وعن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ تَعَالىَ فَلَهُ[ بِهِ] حَسَنَةٌ وَاْلحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُوْلُ الم حَرْفٌ وَلكِنْ ألِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ )) رواه أبو عيسى محمد بن عيسى الترميذى, وقال: حديث حسن صحيح.

Artinya: Dan diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud semoga Allah S.W.T meridloinya, berkata dia: telah bersabda rasul S.A.W: ((barang siapa yang membaca satu huruf sebagian dari kitab Allah ta’ala (Al Qur’an), maka baginya satu kebaikan yang ukurannya sepadan sepuluh kebaikan, aku tidak mengatakan الم satu huruf, dan akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf )). Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa At-Tirmidzi dan berkata adalah hadist baik dan shahih.

f.Hadist nabi riwayat Abu Daud berikut ini.
وعن أبي معاذ بن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (( مَنْ قَرَأَ اْلقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيْهِ أَلْبَسَ اللهُ وَالِدَيْهِ تَاجًا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ ضَوْؤُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِي بُيُوْتِ الدُّنْياَ فَمَا ظَنُّكُمْ بِالَّذِيْ عَمِلَ بهَِذَا )) رواه أبو داود.
Artinya: Dan diriwayatkan dari Abi Mu’adz bin Anas r.a, sesungguhnya rasul S.A.W bersabda: (( barang siapa yang membaca Al Qur’an dan mengamalkan terhadap yang dibacanya, maka Allah S.W.T akan memakaikan mutiara kepada kedua orang tuanya pada hari kiamat, sinarnya lebih baik dari sinar matahari dalam kehidupan dunia, maka apa penilaian kamu sekalian terhadap orang melakukan (seperti) ini (membaca Al Qur’an dan mengamalkannya)). Riwayat Abu Daud.

Setelah mengetahui tentang keutamaan membaca Al Qur’an sepantasnya umat islam berusaha meningkatkan kecintaannya untuk membaca Al Qur’an. Hanya saja bukan asal membaca tanpa menggunakan aturan mainnya, tapi harus membaca sesuai dengan kaidah-kaidah Ilmu Tajwid. Ilmu Tajwid haruslah dikuasai dan diterapkan dengan baik agar tidak tergolong pembaca yang mendapatkan laknat dari Al Qur’an sebagaimana fatwa shahabat Anas bin Malik:
رُبَّ تَالٍ لِلْقُرْآنِ وَاْلقُرْآنُ يَلْعَنُه (الحديث)
Artinya: “Banyak pembaca Al Qur’an, sedang Al Qur’an melaknatnya”.

Termasuk pembaca Al Qur’an yang mendapat laknat dari Al Qur’an adalah dia yang mengubah (dengan sengaja) bacaan panjang menjadi pendek, mengubah huruf ح menjadi خ dan sejenisnya yang merupakan kategori mengubah bacaan huruf. Hal ini sering terjadi ketika membaca dengan kecepatan tinggi. Sehingga terkesan sembrono dan tidak mau peduli dengan hak-hak huruf dan atau panjang pendek. Kesalahan membaca panjang pendek dan mengubah bacaan huruf merupakan kesalahan yang menyebabkan berubahnya arti. Kalau seperti itu fakta yang terjadi, maka patutlah pembaca Al Qur’an tersebut mendapat laknat dari Al Qur’an.

1.2.Keutamaan Mengajarkan Al Qur’an
Mengajarkan Al Qur’an adalah amalan paling mulia dibanding mengajar ilmu-ilmu selain Al Qur’an. Karena Al Qur’an merupakan sumber ilmu dari berbagai ilmu, baik berupa ilmu syariat islam maupun lainnya seperti yang disebutkan dalam pendahuluan kitab “Faidhal Barokat Fii Sab’il Qiraat” (kitab qiroah sab’ah kebanggaan umat islam Indonesia) karangan K.H. Muhammad Arwani Amin, Kudus, yang berbunyi:
...فَإِنَّ فَضْلَ اْلقُرْآنِ عَلىَ سَائِرِ اْلكَلاَمِ كَفَضْلِ اللهِ عَلىَ خَلْقِهِ...
Artinya: ...Sesungguhnya keutamaan Al Qur’an atas kalam-kalam/ilmu-ilmu yang lain seperti keutamaan Allah atas makhluknya...
Selain itu, berikut ini termasuk dalil-dalil yang menerangkan keutamaan mengajarkan Al Qur’an, antara lain:
وروينا عن عثمان بن عفان رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ )) رواه أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم البخاري في صحيحه الذي هو أصح الكتاب بعد القران.
Artinya: Dan kami (pengarang kitab Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an) meriwayatkan dari Utsman bin Affan semoga Allah S.W.T meridloinya berkata: telah bersabda rasul S.A.W: ((Sebaik-baiknya kamu sekalian adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya)). Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim Al-Bukhari telah meriwayatkan dalam kitab shahihnya yang merupakan paling shahihnya kitab setelah Al Qur’an.

عَنْ اَبِي سَعِيْدِ اْلخُذْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ((يَقُوْلُ الرَّبُّ سُبْحَانَه وَتَعَالَى: مَنْ شَغَلَهُ اْلقُرْانُ وَذِكْرِيْ عَنْ مَسْئَلَتِيْ أَعْطَيْتُهُ أَفْضَلَ مَا أُعْطِيَ السَّائِلِيْنَ، وَفَضْلُ كَلاَمِ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلىَ سَائِرِ اْلكَلاَمِ كَفَضْلِ اللهِ تَعَالىَ عَلىَ خَلْقِهِ)) رواه الترمذي وقال: حَدِيْثٌ حَسَنٌ.

Artinya: Diriwayatkan dari shahabat Abu Sa'id Al Khudzri r.a, dari Nabi SAW beliau bersabda ((Allah SWT berfirman: barang siapa yang sibuk dengan Al Qur'an (berjuang di bidang Al Qur'an) dan mengingat tentang masalah-masalah yang berkaitan denganKu (kekuasaanNya & mengambil hikmah dari semua ciptaanNya), tentu Aku memberinya sesuatu (tanpa diminta) yang lebih utama dari apa-apa yang diberikan kepada yang meminta, sedangkan keutamaan firman Allah atas kalam lainnya seperti keutamaan Allah atas makhlukNya)) Imam Tirmidzi meriwayatkan hadist tersebut dan ia berkata adalah hadist yang yang hasan/baik.

BAB II
ILMU TAJWID DAN ULAMA QURRA


2.1 Pengertian Ilmu Tajwid
Pengertian Tajwid menurut bahasa (etimologi) adalah memperindah sesuatu. Sedangkan menurut istilah, Ilmu Tajwid adalah pengetahuan tentang kaidah serta cara-cara melafalkan atau mengucapkan kata/kalimat Al-Quran dengan sebaik-baiknya sesuai pelafalan Rosulullah SAW.

2.2 Hakikat Ilmu Tajwid
Hakikat Ilmu Tajwid adalah memberikan hak-hak huruf/membaca huruf-huruf Al Qur'an sesuai haknya, memperbagus bacaan huruf dan menghindari penambahan, pengurangan maupun memutarbalikkan bacaan huruf. Contoh memutarbalikkan bacaan huruf, membaca huruf shad sama seperti huruf sin dan sejenisnya.

2.3 Puncak Ilmu Tajwid
Puncak belajar Ilmu Tajwid adalah ketika telah tidak ditemukan lagi kesalahan dalam melantunkan Al Qur'an, kesalahan remeh maupun tidak remeh.

2.4 Hukum Ilmu Tajwid
Hukum belajar Ilmu Tajwid adalah Fardlu Kifayah atas semua umat islam, sedang hukum mengamalkannya ketika membaca Al Qur'an adalah Fardlu ‘Ain.

2.5 Cara Belajar Ilmu Tajwid
Ada dua cara dalam belajar Ilmu Tajwid, yakni mendengarkan saja dari seorang guru yang mutawatir (sanadnya sampaik ke Rasulullah SAW) dan membaca di hadapan guru yang mampu mendengarkan dan memperbaiki bacaan qari. Cara yang terbaik adalah menempuh kedua cara tersebut.

2.6 Dalil-dalil yang Mewajibkan Menerapkan Ilmu Tajwid
Dalil-dalil tentang wajibnya mempraktekkan tajwid, antara lain:

1.Dalil dari Al-Qur’an
Firman Allah s.w.t.:

Artinya: Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan/tartil (bertajwid)
[Q.S. Al-Muzzammil (73): 4].
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah s.w.t. memerintahkan Nabi SAW untuk membaca Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan setiap huruf-hurufnya (bertajwid).

Firman Allah s.w.t. yang lain:

Artinya: Dan Kami (Allah) telah bacakan (Al-Qur’an itu) kepada (Muhammad SAW) secara tartil (bertajwid) [Q.S. Al-Furqaan (25): 32].

2.Dalil dari As-Sunnah
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah r.a. (istri Nabi SAW), ketika beliau ditanya tentang bagaiman bacaan dan sholat Rasulullah SAW, maka beliau menjawab:
فَقَالَتْ مَا لَكُمْ وَصَلاَتُهُ كَانَ يُصَلِّىْ ثُمَّ يَنَامُ قَدْرَ مَا صَلَّى ثُمَّ يُصَلِّىْ قَدْرَ مَا نَامَ ثُمَّ يَنَامُ قَدْرَ مَا صَلَّى حَتىَّ يُصْبِحَ ثُمَّ نُعِتَتْ قِرَاءَتُهُ فَإِذَا هِيَ تَنَعَّتَ قِرَاءَةً مُفَسَّرَةً حَرْفًا حَرْفًا
Artinya: "Ketahuilah bahwa Baginda SAW sholat kemudian tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda kembali sholat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi hingga menjelang shubuh. Kemudian dia (Ummu Salamah) mencontohkan cara membacaan Rasulullah SAW dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf-hurufnya satu persatu." (Hadits 2847 Jamik At-Tirmizi).
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibnu ‘Amr, Rasulullah SAW bersabda:
خُذُوا اْلقُرْانَ مِنْ اَرْبَعَةٍ مِنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ وَسَاِلمٍ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ
Artinya: "Ambillah bacaan Al-Qur’an dari empat orang, yaitu: Abdullah Ibnu Mas’ud, Salim, Mu’az bin Jabal dan Ubai bin Ka’ad." (Hadits ke 4615 dari Sahih Al-Bukhari).
Pada hadist ini jelas bahwa membaca Al Qur'an harus berdasarkan riwayat dan thariqah (cara) dari seorang guru yang tidak diragukan lagi kebenarannya.

3.Dalil dari Ijma Ulama
Telah sepakat para ulama sepanjang zaman sejak dari zaman Rasulullah SAW sampai dengan sekarang dalam menyatakan bahwa membaca Al-Qur’an secara bertajwid adalah suatu yang fardhu dan wajib. Pengarang kitab Nihayah menyatakan: "Sesungguhnya telah ijma (sepakat) semua imam dari kalangan ulama yang dipercaya bahwa tajwid adalah suatu hal yang wajib sejak zaman Nabi SAW sampai dengan sekarang dan tiada seorangpun yang mempertikaikan kewajiban ini."

2.7 Mengenal Ulama-ulama Qurra (Ahli Ilmu Tajwid)
Perlu diketahui, terdapat tujuh (7) imam qurra yang meriwayatkan bentuk-bentuk bacaan Al Qur'an yang mutawatir (sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW), antara lain:
1.Imam Nafi' bin Abdur Rahman bin Abu Na'im (Madinah), wafat 169 H. Murid utamanya adalah Imam Qolun (w. 205H) dan Warasy (w. 197 H).
Imam Nafi' belajar kepada 70 dari golongan tabi'in termasuk Yazid bin Al Qa'qa', Syaibah bin Nashah, Abdur Rahman bin Harmaz Al A'raj, Muslim bin Jundub. Keempatnya belajar kepada shahabat Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, keduanya belajar kepada shahabat Ubay bin Ka'b, beliau belajar kepada Rasulullah SAW.
2.Imam Abdullah bin Katsir (Ibnu Katsir) Ad Dary (Makkah), wafat 120 H. Murid utamanya adalah Imam Al Bazy (w. 250 H) dan Qonbul (w. 291 H).
Imam Ibnu Katsir belajar kepada Abdullah bin Saib Al Makhzumi, Ibnu Saib belajar kepada Abdullah bin Abbas, beliau belajar kepada Ubay bin Ka'b, Umar bin Khattab, Zaid bin Tsabit, ketiganya belajar kepada Rasulullah SAW.
3.Imam Abu Amr bin Al 'Ula (Bashrah, Iraq), wafat 154 H). Murid utamanya adalah Imam Ad Dury (w. 246 H) dan As Susy (261 H).
Imam Abu Amr belajar kepada beberapa tabi'in termasuk Mujahid, Sa'id bin Jubair, keduanya belajar kepada Abdullah bin Abbas, beliau belajar kepada Ubay bin Ka'b, Ubay belajar kepada Rasulullah SAW.
4.Imam Abdullah bin Amir (Syam/Syiria), wafat 118 H). Murid utamanya adalah Imam Hisyam (w. 245 H) dan Ibnu Dzakwan (w. 242 H).
Imam Ibnu Amir belajar kepada Mughiroh bin Abu Syihab Al Makhzumi, Mughiroh belajar kepada shahabat Utsman bin Affan, beliau kepada Rasulullah SAW. Ada yang berpendapat bahwa Ibnu Amir belajar langsung kepada shahabat Utsman bin Affan tanpa perantara dari keduanya.
5.Imam 'Ashim bin Abu An Najwad Al Asady (Kufah, Iraq), wafat 127 H. Murid utamanya adalah Imam Syu'bah (w. 193 H) dan Hafsh (w. 180 H). Bacaan Imam Hafsh inilah yang dibahas pada panduan ini.
Imam 'Ashim belajar kepada Abdullah bin Habib As Salimi, Abdullah belajar kepada shahabat Ustman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Ubay bin Ka'b, Abdullah bin Mas'ud, Zaid bin Tsabit, mereka belajar kepada Rasulullah SAW.
6.Imam Hamzah bin Habin Az Ziyad (Kufah, Iraq), wafat 154 H. Murid utamanya adalah Imam Khalaf (w. 229 H) dan Khalad (w. 220 H).
Imam Hamzah belajar kepada Abu Muhammad Sulaiman bin Mihran Al A'masy, Abu Muhammad kepada Yahya bin Watsab Al Asad, Yahya kepada 'Alqamah kepada Abdullah bin Mas'ud, Zaid bin Tsabit, keduanya kepada Rasulullah SAW.
7.Imam Abu Hasan Ali bin Hamzah Al Kisa-i An Nahwi (Kufah, Iraq), wafat tahun 189 H. Murid utamanya adalah Imam Abu Harist (w. 240 H), Hafsh dan Ad Dury (wafat tersebut di atas).
Imam Ali Al Kisa-i belajar kepada Hamzah Az Ziyat seperti pada nomor 6. Beliau juga belajar kepada Isa bin Umar kepada Thalhah bin Mushrif kepada An Nakho'i kepada Abdullah bin Mas'ud kepada Rasulullah SAW.

2.8 Derajat Bacaan Al Qur'an
Dalam membaca Al Qur’an sesuai standar tajwid dapat memilih jenis-jenis bacaan yang tergolong dalam derajat-derajat membaca Al Qur’an sebagaimana uraian di bawah ini:
1.Tahqiq
Bacaannya lambat atau perlahan yang lebih fokus dalam membetulkan bacaan huruf dari makhraj atau sifatnya, menepatkan kadar bacaan mad dan dengung. Tingkatan bacaan tahqiq ini biasanya bagi mereka yang baru belajar membaca Al Quran supaya dapat melatih lidah menyebut huruf dan sifat huruf dengan tepat dan betul.
2.Hadr
Bacaan yang cepat seraya memelihara hukum-hukum bacaan tajwid. Tingkatan bacaan hadar ini biasanya bagi mereka yang telah menghafal Al Quran, supaya mereka dapat mengulang bacaannya dalam waktu yang singkat atau bagi qori yang sedang mengkhatamkan Al Qur’an.
3.Tadwir
Bacaan yang tidak terlalu pelan dan tidak terlalu cepat (antara tingkatan bacaan tahqiq dan hadar) serta memelihara hukum-hukum tajwid.
4.Tartil
Bacaannya perlahan-lahan, tenang dan melafalkan setiap huruf dari makhrajnya secara tepat, menerapkan hukum-hukum bacaan tajwid dengan sempurna, merenungkan maknanya dan disertai ghayah/lagu yang bagus.

BAB III
HURUF-HURUF HIJAIYAH



3.1.Jenis-jenis Huruf Hijaiyah
Terdapat 28 huruf asli di dalam Al-Quran dan 2 huruf pengganti (لا=lam alif) yang dikenal juga dengan nama huruf-huruf Hijaiyah, yaitu:
Huruf
Ejaan
Huruf
Ejaan
ا
Alif
ط
Thaa
ب
Baa
ظ
Zhaa
ت
Taa
ع نعي
'Ain
ث
Tsaa
غ بغي
Ghain
ج
Jim
ف
Faa
ح
Haa
ق
Qaaf
خ
khaa
كيييك
Kaaf
د
Daal
ل
Laam
ذ
Dzaal
م
Miim
ر
Raa
ن
Nuun
ز
Zai
و
Wawu
س
Siin
هييهببه ي
Ha
ش
Syiin
ء
Hemzeh
ص
Shaad
ي
Yaa
ض
dhaad
لا
Lam Alif
Ejaannya yang benar, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih..!
Catatan:
Jika alif diharokati, maka bukan sebagai alif melainkan sebagai hemzeh. Alif asli hanya sebagai tanda panjang/mad (untuk harokat fat-hah). Maka huruf alif dalam huruf hijaiyah tidak dihitung karena sudah satu kesatuan pada لا.

3.2.Makhroj (Tempat Keluar) Huruf
Kelompok huruf-huruf Halqiyah (Tenggorokan)

Huruf-hurufnya adalah hamzah, ha', 'ain, ha, ghain dan kha. Huruf hamzah dan ha’ makhrajnya di tenggorokan bagian dalam. Huruf ‘ain dan ha makhrajnya di tenggorokan bagian tengah. Huruf ghain dan kha makhrajnya di tenggorokan bagian luar. Bunyi huruf, dengarkan dengan seksama contoh bacaan dari guru!

Kelompok huruf-huruf Lahawiyah (Tekak)

Huruf-hurufnya adalah: qaf ( ق ) dan kaf ( ك ). Huruf qaf makhrajnya di pangkal lidah dekat tenggorokan, sejajar dengan langit-langit lunak. Huruf kaf makhrajnya di pangkal lidah, sejajar dengan langit-langit lunak, sedikit di bawah makhraj qaf. Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Kelompok huruf-huruf Syajariah (Tengah Lidah)
Huruf-hurufnya adalah: jim ( ج ), syin ( ش ), ya ( ي ). Huruf jim, syin dan ya makhrajnya di lidah bagian tengah, sejajar dengan langit-langit keras bagian atas. Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Kelompok huruf-huruf Asaliyah (Ujung Lidah)

Huruf-hurufnya adalah: zai (ز ) , sin ( س ) dan shad ( ص ). Huruf zay, sin dan shad makhrajnya di ujung lidah lewat gigi seri atas, yaitu di atas gigi seri bawah dengan sedikit kelonggaran. Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Kelompok huruf-huruf Dzalqiyah (Pinggir Lidah)

Huruf-hurufnya adalah: lam ( ل ), nun ( ن ) dan ra ( ر ). Huruf lam makhrajnya adalah di ujung lidah sejajar dengan gusi atas. Huruf nun makhrajnya adalah di ujung lidah, sedikit di bawah makhraj lam. Huruf ra makhrajnya adalah di ujung lidah, sedikit di bawah makhraj nun. Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Kelompok huruf-huruf Nath'iyah (Langit-langit Mulut)

Huruf-hurufnya adalah: dhad ( ض ), tha ( ط ), dal ( د ) dan ta ( ت ). Huruf tha, dal dan ta makhrajnya di ujung lidah lewat pangkal gigi seri atas. Huruf dhad makhrajnya di sisi lidah, sejajar dengan geraham bagian atas dan pipi (salah satu atau dua-duanya) harus bergetar ketika membaca. Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Kelompok huruf-huruf Litsawiyah (Gusi)

Huruf-hurufnya adalah: zha ( ظ ), dzal ( ذ ) dan tsa ( ث ). Huruf zha, dzal dan tsa keluar dengan menempelkan ujung lidah di ujung gigi seri atas. Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!
Kelompok huruf-huruf Syafawiyah (Bibir)

Huruf-hurufnya adalah: ba ( ب ), wawu ( و ), mim ( م ) dan fa ( ف ). Huruf ba, Wawu dan mim makhrajnya di antara dua bibir. Huruf fa makhrajnya di bagian dalam bibir bawah serta ujung gigi seri atas. Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

BAB IV
SIFAT-SIFAT HURUF


4.1.Sifat-sifat Huruf yang Berlawanan
Jahr dan Hams
- Jahr, yaitu:
Tertahannya nafas di tempat makhraj ketika melafalkan huruf karena persentuhan/tempelan antara dua organ penutur sangat kuat di tempat makhraj tersebut. Sifatnya kuat, lawannya Hams. Hurufnya ada 18, yaitu selain huruf-huruf Hams.
أ
ض
م
ب
ط
ن
ج
ظ
و
د
ع
هي
ذ
غ
ء
ر
ق
ي
ز
ل

Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

- Hams, yaitu:
Meluncurnya nafas ketika melafalkan huruf tanpa ada hambatan, karena persentuhan antara dua organ penutur di tempat makhraj sangat lemah. Sifatnya lemah, lawannya Jahr. Hurufnya ada 10, yaitu yang tergabung dalam kalimat:
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Ithbaq
Mengangkat lidah ke arah langit-langit lunak ketika melafalkan huruf. Sifatnya kuat, lawannya Infitah. Hurufnya ada 4, yaitu: Shad, Dhad, Tha dan Zha.
ص ض ط ظ
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Infitah
Merenggangkan lidah dari langit-langit lunak ketika melafalkan huruf. Sifatnya lemah, lawannya Ithbaq. Hurufnya ada 24, semua huruf hijaiyah selain Shad, Dhad, Tha dan Zha.
أ ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ع غ ف ق ك ل م ن و هب ي
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Ishmat
Huruf yang agak berat dan tidak dapat dilafalkan dengan cepat karena makhrajnya jauh dari ujung lidah. Sifatnya kuat, lawannya Idzlaq. Hurufnya ada 22, yaitu selain huruf Idzlaq. Berikut ini huruf-hurufnya.
ج ز غ س ش خ ط ص د ث ق ت أ ذ و ع ظ هب ي ح ض ك
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Idzlaq
Huruf yang dapat diucapkan dengan ringan dan cepat karena makhrajnya di ujung lidah. Sifatnya lemah, lawannya Ishmat. Hurufnya ada 6, yaitu:
ب ل ن م ر ف
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!


Syiddah
Menahan suara sejenak di tempat makhraj, kemudian melepaskannya secara tiba-tiba bersama udara. Sifatnya kuat, lawannya Rakhawah. Hurufnya ada 8, yaitu:

أ ج د ق ط ب ك ت
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Rikhwah
Meluncurnya suara ketika melafalkan huruf tanpa ada hambatan karena pertemuan dua organ penutur di tempat makhraj lemah. Sifatnya lemah, lawannya Syiddah. Hurufnya ada 15, yaitu:
خ ذ غ ح ث ظ ف ض ش و ص س هي ز ي
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

4.2.Sifat-sifat Huruf yang Tidak Berlawanan/tunggal
Mutawassith (Pertengahan), yaitu:
Menyederhanakan suara ketika melafalkan huruf. Sifatnya antara Syiddah dan Rakhawah. Hurufnya ada 5, yaitu:
ل ن ع م ر
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Shafir, yaitu:
Suara tambahan yang mirip suara siulan. Sifatnya kuat. Hurufnya ada 3, yaitu:
ز ص س
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!


Qalqalah, yaitu:
Terjadinya getaran sewaktu menuturkan huruf yang sukun, sehingga terdengar semacam aspirasi suara yang kuat. Sifatnya kuat. Hurufnya ada 5, yaitu yang tergabung dalam kalimat:
قَطْبُجَدٍ
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Layin, yaitu:
Keluarnya suara dengan mudah dan memanjang. Sifatnya lemah. Hurufnya ada 2, yaitu: Wawu (و) dan Ya (ي).
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Inhiraf, yaitu:
Beralihnya suatu huruf setelah keluar dari makhrajnya kepada makhraj huruf lain. Sifatnya kuat. Hurufnya ada 2, yaitu: Lam (ل) dan Ra (ر).
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Takrir, yaitu:
Bergetarnya ujung lidah ketika melafalkan huruf. Sifatnya kuat. Hurufnya ada 1, yaitu: Ra (ر).
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Tafasyi, yaitu:
Tersebarnya udara dalam mulut ketika melafalkan huruf. Sifatnya kuat. Hurufnya ada 1, yaitu: Syin (ش).
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!



Istithalah, yaitu:
Memanjangnya suara pada makhraj huruf. Sifatnya kuat. Hurufnya ada 1, yaitu: Dhad (ض).
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

Ghunnah, yaitu:
Hilangnya sebagian suara huruf ketika melafalkannya. Sifatnya lemah. Hurufnya ada 3, yaitu: mim (م), nun (ن).
Bunyi Huruf, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!


BAB V
TANDA-TANDA BARIS/HAROKAT


Macam-macam tanda baris/harokat sebagai berikut:
1.Baris di atas (Fathah)
Memberikan bunyi vokal 'a', contoh: (ba)
2.Baris di bawah (Kasrah)
Memberikan bunyi vocal 'i', contoh: (bi)
3.Baris di hadapan (Dhammah)
Memberikan bunyi vokal 'u', contoh: (bu)
4.Tanda mati (Sukun)
Tanda sukun di atas sebuah huruf berarti huruf itu mati, contoh: (ab)
5.Baris dua di atas (Fathatain)
Memberikan bunyi 'an', contoh: (ban).
6.Baris dua di bawah (Kasratain)
Memberikan bunyi 'in', contoh: (bin).
7.Baris dua di hadapan (Dhammatain)
Memberikan bunyi 'un', contoh: (bun).
8.Sabdu di atas (Syaddah Fathah)
Contoh: (abba).
9.Sabdu di bawah (Syaddah Kasrah)
Contoh: (abbi).
10.Sabdu di hadapan (Syaddah Dhammah)
Contoh: (abbu).
11.Sabdu dua di atas (Syaddah Fathatain)
Contoh: (abban).
12.Sabdu dua di bawah (Syaddah Kasratain)
Contoh: (abbin).
13.Sabdu dua di hadapan (Syaddah Dhammatain)
Contoh: (abbun). Ketika membaca tasydid
14.Fathah-alif dibaca panjang 2 harokat (hitungan)
Contoh: (baa).
15.Kasrah-alif dibaca panjang 2 harokat (hitungan)
Contoh: (bii).
16.Dhammah terbalik dibaca panjang 2 harokat (hitungan)
Contoh: (buu).
17.Maddah dibaca panjang antara 3 sampai dengan 4 harokat (hitungan)
Contoh: (baaa) .
Praktik yang benar, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih. Lafalkan bacaan huruf-huruf berikut berdasarkan bimbingan guru. Sesuaikan pelafalannya dengan makhroj dan sifat hurufnya.

{ اَ اِ اُ اَءْ اِءْ اُءْ اً اٍ اٌ } { بَ بِ بُ بَبْ بِبْ بُبْ أَبَّ بً بٍ بٌ }
{تَ تِ تُ تَتْ بَتَّ بِتَّ بُتَّ تً تٍ تٌ} {ثَ ثِ ثُ ثَثْ بَثَّ بِثَّ بُثَّ ثً ثٍ ثٌ}
{ جَ جِ جُ جَجْ سَجَّ سِجَّ سُجَّ جً جٍ جٌ } {حَ حِ حُ حَحْ حَحَّ حِحَّ حُحَّ حً حٍ حٌ }
{خَ خِ خُ خَخْ خَخَّ خِخَّ خُخَّ خً خٍ خٌ} { دَ دِ دُ دَدْ بَدَّ بِدَّ بُدَّ دً دٍ دٌ}
{ذَ ذِ ذُ ذَذْ بَذَّ بِذَّ بُذَّ ذً ذٍ ذٌ} {رَ رِ رُ رَرْ بَرَّ بِرَّ بُرَّ رً رٍ رٌ}
{زَ زِ زُ زَزْ بَزَّ بِزَّ بُزَّ زً زٍ زٌ} { سَ سِ سُ سَسْ بَسَّ بِسَّ بُسَّ سً سٍ سٌ }
{شَ شِ شُ شَشْ بَشَّ بِشَّ بُشَّ شًشٍشٌ} {صَ صِ صُ صَصْ بَصَّ بِصَّ بُصَّ صًصٍصٌ}
{ضَ ضِ ضُ ضَضْ بَضَّ بِضَّ بُضَّ ضًضٍضٌ} {طَ طِ طُ طَطْ بَطَّ بِطَّ بُطَّ طً طٍ طٌ}
{ظَ ظِ ظُ ظَظْ بَظَّ بِظَّ بُظَّ ظً ظٍ ظٌ} {عَ عِ عُ عَعْ بَعَّ بِعَّ بُعَّ عً عٍ عٌ}
{غَ غِ غُ غَغْ بَغَّ بِغَّ بُغَّ غً غٍ غٌ} {فَ فِ فُ فَفْ بَفَّ بِفَّ بُفَّ فً فٍ فٌ}
{قَ قِ قُ قَقْ بَقَّ بِقَّ بُقَّ قً قٍ قٌ} {كَ كِ كُ كَكْ بَكَّ بِكَّ بُكَّ كً كٍ كٌ}
{لَ لِ لُ لَلْ بَلَّ بِلَّ بُلَّ لً لٍ لٌ} {مَ مِ مُ مَمْ بَمَّ بِمَّ بُمَّ مً مٍ مٌ}
{نَ نِ نُ نَنْ بَنَّ بِنَّ بُنَّ نً نٍ نٌ} {وَ وِ وُ وَوْ بَوَّ بِوَّ بُوَّ وً وٍ وٌ}
{هَ هِ هُ هَهْ بَهَّ بِهَّ بُهَّ هً هٍ هٌ} {يَ يِ يُ يَيْ بَيَّ بِيَّ بُيَّ يً يٍ يٌ}

BAB VI
BACAAN PANJANG (MAD)


Mad, menurut bahasa, berarti tambahan. Menurut istilah tajwid, memanjangkan/melamakan suara sewaktu membaca huruf mad atau huruf layin jika bertemu dengan hamzah atau sukun. Huruf mad ada 3, yaitu: alif, wawu dan ya. Syarat huruf dibaca panjang/mad adalah huruf sebelum wawu berbaris dhammah, sebelum ya berbaris kasrah dan sebelum alif berbaris fathah. Contoh:
{ بَا } { بِيْ } { بُوْ }
Jika huruf yang sebelum ya atau Wawu sukun itu berbaris fat-hah, tidak disebut huruf mad, akan tetapi disebut huruf layin dan cara membacanya harus pendek/cepat jika diwashalkan/tidak berhenti. Contoh:
{ خَوْفَ } { شَيْءٌ }
Jika berhenti/wakaf, maka harus dibaca panjang/lama. Pada kata-kata tertentu 3 tanda panjang tidak selalu digunakan, akan menggunakan harokat tertentu yang bisa mewakili 3 tanda panjang tersebut, yakni untuk harokat fat-hah menggunakan harokat berbentuk alif kecil di atas, harokat kasroh menggunakan harokat berbentuk alif kecil di bawah, dan harokat dhammah menggunakan wawu kecil terbalik. Hal ini bisa dilihat pada mushaf Al Qur'an cetakan Indonesia kecuali cetakan dari Kudus. Adapun cetakan kudus dan cetakan dari negara Timur Tengah memiliki kemiripan terkadang bacaan panjangnya harokat dhammah tetap menggunakan harokat dhammah biasa, tapi setelahnya disisipi huruf wawu kecil dan ya kecil untuk kasroh. Sedangkan untuk harokat fat-hah sama dengan cetakan Al Qur'an lainnya di Indonesia. Untuk pemula, bisa menggunakan mushaf Al Qur'an cetakan Indonesia selain dari Kudus atau cetakan dari Timur Tengah.
cara membaca panjang yang benar, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
6.1. Mad Asli (thabi'i)
Bila huruf yang setelah mad bukan huruf hamzah atau sukun.
Dinamakan thabi'i karena mad tersebut merupakan sesuatu yang thabi'i (alami), kadarnya tidak kurang dan tidak lebih. Aturan membacanya panjang 2 harokat dengan syarat, setelah mad thabi’i tidak terdapat huruf hamzah atau sukun setelah huruf mad tersebut..

6.1.1. Mad Asli: Pada Wakaf
Huruf mad tetap ada disaat washal atau wakaf, baik huruf mad itu terletak di tengah, seperti pada kata يُوْصِيْكُمْ -- مَالَهُم atau di akhir, seperti وَضُحاَهَا. Perhatikan dan praktikkan contoh ayat berikut ini.

Al-Muthaffifiin (83): 26

6.1.2. Mad Asli: Pada Washal
Mad asli atau thabi'i bisa terjadi pada shilah shughra, yaitu huruf Wawu kecil yang terdapat setelah ha dhamir yang berbaris dhammah dan ya kecil yang terdapat setelah ha dhamir yang berbaris kasrah. Agar ha dhamir bisa disambung dengan Wawu atau ya, maka disyaratkan agar huruf itu harus terdapat di antara 2 huruf yang berharokat seperti . Dalam hal ini Wawu dan ya dibaca panjang 2 harokat (dengan syarat tidak terdapat huruf hamzah pada kata lain) ketika washal, sedangkan ketika wakaf tidak dibaca panjang.

'Abasa (80): 35
Adapun untuk ha yang berharokat fat-hah dan setelah ada alif, maka pasti dibaca panjang/lama. Jika tidak ada alif setelahnya, pasti dibaca pendek/cepat.
6.1.3. Mad Asli: Pada Wakaf
Mad asli atau thabi’i bisa juga terjadi pada huruf mad yang ada ketika wakaf dan hilang ketika washal. Hal ini terjadi pada huruf alif pengganti tanwin (fathatain) seperti , jika berhenti pada huruf alif . Dalam hal ini mad akan hilang jika disambung dengan kata sesudahnya.
Khusus untuk kata نَا dan لَا, dibaca panjang ketika wakaf dan dibaca pendek ketika washal. Sedangkan ada kata yang pada dasarnya menurut aturan mad dibaca panjang, tapi dibaca pendek. Karena huruf alif setelah harokat fat-hahnya tidak dianggap huruf mad, melainkan alif tambahan/zaidah (biasanya di atas alif ditandai bundaran kecil). Atau secara tulisan berbentuk alif, tapi secara hukum bacaan adalah hemzeh. Perhatikan contoh-contoh di bawah ini.
لِيَرْبُوَﭑ, لِتَتْلُوَﭑ, مَنْ يَشَاِ الله, لكِنَّا هُوَ,
dan lainnya yang sejenis. Termasuk pengecualian pula, tanda panjang wawu yang dibaca pendek pada huruf hemzeh kata-kata berikut ini.
اُولَئِكَ, اُولُوْا, اُولِي
Sedangkan huruf hemzeh untuk kata اُوْتُوا, اُوْتِيَ tetap dibaca panjang.
Praktik untuk kelompok Makhroj (M), minimal QS. Al Fatihah dan An Nas hingga Asy Syamsi dikuasai sesuai prinsip cara mengeluarkan huruf, sifat huruf dan panjang pendek. Bagi wanita yang berhalangan, bisa menggunakan kitab Hadist/Al Barzanji/kitab Diba' sebagai alternatif.

BAB VII
HUKUM NUN DAN MIM SYIDDAH/TASYDID

7.1. Mim Tasydid
Mim Tasydid berasal dari 2 huruf mim, yang pertama sukun dan yang kedua berharokat. Mim yang pertama dimasukkan / berpadu ke dalam mim yang kedua, maka terjadilah satu huruf yang bertasydid. Hukum mim tasydid: Harus dibaca ghunnah, 2 harokat. Mim yang bertasydid disebut juga tasydidul ghunnah.

7.2. Nun Tasydid
Nun Tasydid berasal dari 2 huruf nun, yang pertama sukun dan yang kedua berharokat. Nun yang pertama dimasukkan / berpadu ke dalam nun yang kedua, maka terjadilah satu huruf yang bertasydid. Hukum nun tasydid: Harus dibaca ghunnah, 2 harokat.
Nun yang bertasydid disebut juga tasydidul ghunnah.

At-Takaatsur (102): 6

BAB VIII
HUKUM LAM


8.1. Lam Sukun
Huruf Lam yang sukun dalam Al Qur’an terbagi dalam 3 macam: Lam Ta'rif, Lam Fi'il dan Lam Huruf.

8.2. Lam Ta'rif
Yang dimaksudkan dengan Alif Lam Ta'rif adalah Alif Lam yang masuk pada kata benda, merupakan tambahan dari bentuk dasarnya, baik baik kata benda tersebut berdiri sendiri tanpa alif dan lam, seperti kata الأَرْض ataupun tidak bisa berdiri sendiri seperti kata []. Penambahan alif dan lam pada adalah wajib karena kedua huruf ini tidak bisa dipisahkan dari kata benda tersebut. Bentuk seperti ini hukum bacaannya wajib idgham (huruf pertama dileburkan pada huruf kedua), jika terdapat setelahnya lam, seperti dan wajib izhar/jelas jika terdapat setelahnya ya, seperti atau hamzah seperti . Lebih jelas dapat dipelajari pada macam-macam lam ta'rif berikut ini.

8.2.1. Lam Qamariyah
Lam Qamariyah mempunyai 14 huruf, yaitu yang tergabung dalam kalimat:
Hukum lam qamariyah adalah izhar, sebab jarak antara makhrajnya dan makhraj huruf-huruf qamariyah tersebut, berjauhan seperti contoh pada Q.S. At-Takwir (81): 3.
8.2.2. Lam Syamsiyah
Lam Syamsiyah mempunyai 14 huruf, yaitu yang terdapat pada awal kata dari kalimat:
Hukum lam Syamsiyah adalah idgham, sebab makhraj kedua lam-nya sama, sedangkan jarak antara makhraj lam syamsiyah dengan makhraj huruf-huruf syamsiyah lainnya berdekatan. Contoh :
{ وَلاَ الضَّالِّيْن } { وَالتِّيْنِ }
dan contoh-contoh lain yang sejenis.

8.3. Lam Fi'il
adalah Lam sukun yang terdapat pada kata kerja (fi'il), baik bentuk lampau (fi'il madli), bentuk sekarang (mudlori') atau bentuk perintah (amar), baik di pertengahan atau di akhir kata.

8.3.1. Lam Fi'il: Idgham
Jika setelah lam fi'il terdapat huruf ra atau lam, maka harus dibaca idgham.
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۗ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَىٰ إِلَيْكَ وَحْيُهُ ۖ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا﴿١١٤﴾
Thaahaa (20): 114

8.3.2. Lam Fi'il: Izhar
Sebaliknya, jika setelah lam fi'il terdapat selain huruf ra atau lam, maka harus dibaca izhar.
Huud (11): 81

8.4. Lam Huruf
Yang dimaksud dengan Lam huruf adalah Lam sukun yang terdapat pada huruf.
Lam huruf ini hanya terdapat pada kata dan saja, tidak terdapat pada kata lain dalam Al Qur’an.

8.4.1. Lam Huruf, Idgham
Jika setelah lam huruf terdapat huruf ra atau lam, maka harus dibaca idgham, kecuali pada ayat بَلْ رَان yang harus dibaca izhar karena adanya saktah yang merupakan penghalang terjadinya perpaduan suara.
Ali Imran (3): 154

8.4.2. Lam Huruf, Izhar
Sebaliknya, jika setelah lam huruf terdapat selain huruf ra atau lam, maka harus dibaca izhar.
Al-Maa’idah (5): 112

BAB IX
PERTEMUAN DUA SUKUN

Sesuai dengan aturan bahasa Arab, jika 2 huruf yang sukun bertemu, harus dilakukan salah satu dari 2 cara, yaitu membuang huruf yang pertama atau memberinya harokat, dengan catatan pemberian harokat tersebut hanya dapat dilakukan ketika bacaan tidak berhenti/washal saja.

9.1. Pertemuan Dua Sukun: Membuang Yang Pertama
Huruf mad harus dibuang (tidak dilafalkan), bila bertemu dengan hamzah washal di saat bacaan bersambung, walaupun dalam penulisannya tetap ada.
Contoh membuang wawu pada kata كُوِّرَت: .
Terkadang huruf tersebut dibuang dalam penyebutan dan penulisannya sekaligus.
Hal ini terjadi ketika huruf mad bertemu dengan hamzah washal, baik waktu washal atau wakaf. Seperti ya yang dibuang pada kata تُحْيِي dalam ayat
Ali Imran (3): 5

9.2. Pertemuan Dua Sukun: Mengharokati Yang Pertama
Alternatif yang kedua dalam menghindari bertemunya 2 huruf yang sukun, adalah dengan memberi harokat: fathah, kasrah atau dhammah kepada huruf yang pertama, sesuai ketentuan yang berlaku.
9.2.1. Mengharokati Yang Pertama: Kasrah
Huruf sukun yang pertama diberi kasrah, jika huruf tersebut berada di akhir kata pertama, semetara yang kedua berada di awal kata kedua. Dalam keadaan seperti ini, huruf yang pertama diberi kasrah dan hamzah washal tidak dilafalkan.
Contoh: قُلِ ادْعُوا الله, tidak bisa diberi fathah atau dhammah.
Catatan:
Jika hamzah washal terdapat setelah tanwin (di saat bacaan bersambung), maka nun tanwin tersebut harus diberi baris kasrah, seperti tanwin yang terdapat pada kata dalam ayat عاَدًا اْلأُوْلَى . maka harokat tanwinnya dal diganti nun berharokat kasrah. Demikian juga dengan huruf lam yang terdapat pada kata yang terdapat dalam surat Al-Hujarat, karena huruf tersebut terletak di antara 2 hamzah washal. Oleh sebab itu huruf lam di atas harus diberi baris kasrah untuk menghindari bertemunya 2 sukun. Contoh lain:

An-Nisaa’ (4): 66

9.2.2. Mengharokati Yang Pertama: Fathah
Huruf sukun yang pertama diberi fathah. Hal ini terjadi dalam 2 kasus, masing-masing:
Pertama: Nun pada huruf jar مِن jika bertemu dengan hamzah washal.
Contoh: .
Kedua: Ya mutakallim (kata ganti milik orang pertama) pada kata نِعْمَتِي, jika bertemu dengan hamzah washal. Contoh: .


9.2.3. Mengharokati Yang Pertama: Dhammah
Huruf sukun yang pertama diberi dhammah. Hal ini terjadi dalam 2 kasus, masing-masing:
Pertama: Wawu layin yang digunakan untuk bentuk jamak, jika bertemu dengan hamzah washal. Contoh: .
Kedua: Huruf mim yang menunjukkan bentuk jamak, jika bertemu dengan hamzah washal. Contoh:

Al-Baqarah (2): 94

BAB X
LAM-ALIF, HAMZAH, TA MARBUTHAH & ALIF MAKSURAH

1.Lam-alif ( ). Huruf merupakan kombinasi dari 2 huruf yaitu: huruf (lam) diikuti oleh huruf (alif).
2.Hamzah ( ). Huruf bisa ditulis secara:
a.Berdiri sendiri: (hamzah)
b.Di atas atau di bawah huruf (alif): (alif hamzah atas) atau (alif hamzah bawah)
c.Di atas huruf (ya) tanpa dua titik di bawahnya: (ya hamzah)
d.Di atas huruf (Wawu): (Wawu hamzah).
e.Di atas atau di bawah huruf (lam-alif): (lam-alif hamzah atas) atau (lam-alif hamzah bawah).

3.Ta marbuthah ( ).
Huruf hanya muncul di akhir kata. Jika bacaan berhenti pada kata itu maka huruf tersebut dibaca seperti huruf (ha’). Jika bacaan tidak berhenti pada kata itu maka huruf tersebut dibaca seperti huruf (ta).

Al-Israa’ (17): 39


4.Alif Maksurah ( ).
Huruf yaitu huruf (alif) yang ditulis seperti huruf (ya) namun tanpa dua titik di bawahnya. Huruf hanya muncul di akhir kata dan berfungsi sebagai tanda baca panjang, sebagaimana huruf (alif) juga bisa berfungsi seperti itu. Contoh kata اَوْحَى:
مِمَّا أَوْحَىٰ إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ الْحِكْمَةِ ۗ ...﴿٣٩﴾
Al-Israa’ (17): 39
Cara praktik yang benar, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.

BAB XI
WAKAF DAN IBTIDA

11.1. Pengertian dan Cara Wakaf
Dari sudut bahasa berarti berhenti/menahan. Menurut istilah tajwid, memutuskan suara di akhir kata untuk bernafas sejenak dengan niat meneruskan kembali bacaan.
Cara wakaf adalah dengan membaca huruf terakhir dengan sukun/mati dan dipanjangkan atau dilamakan seukuran minimal 2 harokat. Contoh:
خَوْفٌ===> خَوْفْ, شَيْءٍ ===> شَيْءْ, النَّسْلَ===> النَّسْلْ, وَلَدٌ ===> وَلَدْ, بِالْحَقِّ===> بِالْحَقْ,
يُبْصِرُوْنَ===> يُبْصِرُوْن, خَاسِرِيْنَ===> خَاسِرِيْنْ.
dan contoh kata lainnya yang serupa di atas, kecuali jenis-jenis kata berikut:
عَلِيْمًا===> عَلِيْمَا, هُدًى===> هُدَا, مُسَمًّى ===> مُسَمَّا, مَاءً ===> مَاءَ
dan contoh kata lainnya yang serupa di atas. Cara wakaf yang benar, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.

11.2. Macam-macam Wakaf
11.2.1. Wakaf Lazim (harus)
Yaitu menghentikan bacaan pada rangkaian kata yang sempurna makna serta lafalnya (dari segi i'rab) dan maksudnya tidak tergantung dengan kata-kata berikutnya. Wakaf lazim disebut juga wakaf taam (sempurna). Wakaf Lazim ini bertanda: [ ]



QS. Al Baqarah: 26


11.2.2. Wakaf Ja'iz (boleh)
Yaitu bacaan yang boleh diwashal (disambung) atau diwakaf (berhenti). Kedudukan hukum wakaf ja'iz ini kadangkala sama (berhenti atau disambung), kadangkala disambung lebih baik dari berhenti dan kadangkala berhenti lebih baik dari disambung (yaitu menghentikan bacaan pada rangkaian kata yang tidak merusakkan maknanya). Wakaf ja'iz ini terbagi tiga, yaitu: yang terkadang disambung lebih baik (tandanya صلى ,زص), berhenti atau disambung sama baiknya ( ج ) dan yang terkadang berhenti lebih baik)ط.

11.2.3. Wakaf Kafi (cukup)
Yaitu bacaan yang boleh diwashal atau diwakaf, akan tetapi wakaf lebih baik daripada washal.
Dinamakan kafi karena berhenti di tempat itu dianggap cukup (lafal sempurna) dan tidak tergantung kepada kalimat sesudahnya sebab secara lafal tidak ada kaitannya.
Wakaf Kafi ini bertanda:


Al-Baqarah (2): 205

11.2.4. Wakaf Tasawi (sama)
Artinya tempat berhenti yang sama hukumnya antara wakaf dan washal. Wakaf Tasawi ini bertanda: [ ].

An-Nisaa' (4): 12

11.2.5. Wakaf Hasan (baik)
Yaitu bacaan yang boleh diwashal atau diwakaf, akan tetapi washal lebih baik daripada wakaf. Dinamakan hasan karena berhenti di tempat itu lebih baik.
Wakaf Hasan ini bertanda:


Al-Maa'idah (5): 8

11.2.6. Wakaf Mu'anaqah (terkontrol)
Artinya terdapatnya 2 tempat wakaf di lokasi yang berdekatan, akan tetapi hanya boleh berhenti pada salah satu tempat saja.

Al-Baqarah (2): 2

11.2.7. Wakaf Mamnuu' (dilarang)
Yaitu berhenti di tengah-tengah kalimat yang belum sempurna yang dapat mengakibatkan perubahan pengertian, karena mempunyai kaitan yang sangat erat –secara lafal dan makna- dengan kalimat sesudahnya. Oleh karena itu, dilarang berhenti di tempat seperti ini.
Wakaf Mamnuu’ ini bertanda: [ ]

Al-Maa'idah (5): 53  
Cara wakaf yang baik, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.

11.3. Ibtida
artinya memulai membaca setelah berhenti/wakaf. Pada prinsipnya, agar bisa ibtida dengan baik terlebih dahulu harus mengerti arti/maksud ayat-ayat Al Qur'an agar tidak menyalahi rangkaian arti ayat-ayat Al Qur'an. Akan tetapi, hal ini hanya berlaku bagi mereka yang sudah paham Tata Bahasa Arab. Sedangkan untuk pencinta/pembaca Al Qur'an yang masih awam, agar bisa ibtida dengan baik dapat memulai dari huruf-huruf berikut ini:
ثُمَّ, وَ, فَ, إِنَّ, أَنَّ ,إِنَّمَا, لَكِنْ, لَكِنَّ, إِلاَّ, كَأَنَّمَا, هَلْ, بَلْ, بَلَى
Jika memulai dari sebuah fi'il atau huruf jar, pembaca yang awam dikhawatirkan tidak paham dengan istilah fi'il atau jar dan akhirnya ibtida qobih/memulai bacaan yang tidak baik.
Untuk ibtida yang baik, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.

BAB XII
JENIS-JENIS HAMZAH


12.1. Hamzah Qath'i
Hamzah qath'i adalah hamzah yang tetap bisa diucapkan ketika terletak di awal, di pertengahan maupun di akhir kalimat. Hamzah qath'i ini juga bisa terdapat pada kata benda (isim), kata kerja (fi'il) dan huruf (harf).Aturan bacaannya: Harus diucapkan dengan jelas (izhar).

Al-Fath (48): 1

12.2. Hamzah Washal
Hamzah yang diucapkan bila terdapat dipermulaan bacaan dan digugurkan ketika disambung dengan huruf sebelumnya. Dinamakan hamzah washal karena berfungsi sebagai penyambung dalam membaca huruf yang sukun di awal kalimat.
Tandanya: huruf shad kecil di atas alif.

12.2.1. Hamzah Washal Dibaca Fathah
Jika hamzah washal terdapat di awal kata benda (isim ma'rifat) yang ditandai dengan alif-lam di awal bacaan, maka hamzah tersebut dibaca fathah. Contoh:
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْن --- اَلرَّحْمنِ الرَّحِيْم
12.2.2. Hamzah Washal Dibaca Kasrah
Biasanya hamzah yang berada di awal kata kerja fi'il madli (kata kerja lampau). Contoh:
اِرْتَضَى -- اِرْتَبْتُم

12.2.3. Hamzah Washal Dibaca Dhammah
Jika hamzah washal terdapat di awal kata kerja perintah (fi’il amr) yang huruf ketiganya berbaris dhammah, maka hamzah tersebut dibaca dhammah. Contoh
اُدْعُ ِإلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِاْلحِكْمَةِ.... اُرْكُضْ بِرِجْلِكْ....

12.2.4. Hamzah Washal Tidak Dibaca
Dalam keadaan disambung, hamzah washal tidak dibaca karena huruf sukun berikutnya berkaitan dengan huruf sebelumnya. Dengan demikian hamzah washal tidak lagi dibutuhkan, karena itu hamzah tersebut tidak dibaca pada saat disambung.
Hamzah washal dibaca fathah, kasrah atau dhammah jika berada di permulaan bacaan. Jika hamzah washal berada di tengah-tengah kalimat seperti:
بِالْحَقِّ -- وَالله
dan contoh-contoh sejenis lainnya. Maka hamzah tersebut tidak dibaca sama sekali, karena penyebutannya ketika itu tidak ada kebutuhannya.


Al-Baqarah (2): 169  

BAB XIII
TAFKHIM DAN TARQIQ


Dilihat dari segi tafkhim (tebal) dan tarqiq (tipis)-nya huruf hijaiyah terbagi 3:
1.Huruf-huruf yang selalu dibaca tebal, yaitu huruf-huruf isti’la (huruf-huruf yang terjadi dengan menaikkan sebagian besar lidah sewaktu menuturkannya).
2.Huruf yang terkadang dibaca tebal, terkadang dibaca tipis, sesuai posisi huruf dalam ayat, yaitu (alif-lam pada lafal Allah, ra).
3.Ketiga: Huruf-huruf yang selalu dibaca tipis, yaitu huruf-huruf istifal (huruf-huruf yang terjadi dengan menurunkan sebagian besar lidah sewaktu menuturkannya), selain dari huruf lam dan ra.

13.1. Pengertian dan Macam-macam Tafkhim dan Tarqiq
1.3.1.1. Pengertian dan Macam-macam Tafkhim
Menurut bahasa, berarti menebalkan atau menggemukkan. Menurut istilah tajwid, gambaran tentang tebalnya bunyi huruf, seakan-akan bunyi tersebut bagaikan memenuhi semua rongga mulut. Hurufnya ada 7, yaitu yang tergabung dalam kalimat:

Ada beberapa jenis tafkhim, antara lain:
a)Tafkhim Huruf Lam Jalalah (lam pada kata الله)
Yakni jika terdapat setelah huruf yang berbaris/berharokat fat-hah dan dhammah atau terdapat di permulaan kata. Contoh:
قَالَ الله, عَبْدُ الله, اِلاَّ الله.
b)Tafkhim atau Tarqiq Huruf Ra, antara lain:
a.1. Apabila berharokat/berbaris fat-hah atau dhammah. Contoh:
{رَبّنا}، {رُزقنا}.
a.2. Apabila berharokat/berbaris sukun dan sebelumnya huruf yang berbaris fat-hah atau dhammah. Contoh:
{خَرْدَل}، {اَرْسَلْنَا}، {الأمُوْر}، {اُرْسِلَ}، {الْقَدْر}.
a.3. Apabila berharokat/berbaris sukun dan sebelumnya huruf yang berbaris kasrah, tapi asalnya berharokat sukun. Contoh:
{ارْجِعُوا}، {أمْ ارْتَابُوْا}===> {أمِ ارْتَابُوا}، {لِمَنْ ارْتَضَى}===>{لِمَنِ ارْتَضَى}.
a.4. Apabila berharokat/berbaris sukun, sebelumnya huruf yang berbaris kasrah, tapi setelah huruf yang berbaris kasroh ada huruf isti'la. Contoh:
{مِرْصَادًا}، {قِرْطَاس}، {فِرْقَة}.

13.1.2. Pengertian dan Macam-macam Tarqiq
Menurut bahasa, berarti menipiskan. Menurut istilah tajwid, gambaran tentang tipisnya bunyi huruf, sehingga bunyi tersebut tidak memenuhi semua rongga mulut. Hurufnya selain huruf tafkhim. Huruf-huruf tarqiq disebut juga huruf istifal.
Ada beberapa jenis tarqiq, antara lain:
a. Tarqiq Huruf Lam Jalalah (lam pada kata الله)
Yakni hanya lam jalalah yang sebelumnya didahului huruf yang berbaris kasroh.
لَمْ يَكُنِ الله، لِرَسُوْلِ الله
b. Tarqiq huruf Ra
b. 1. Jika huruf ra berbaris kasroh. Contoh:
{رِزْقاً}.
b.2. Jika huruf ra diwaqafkan/diharokati sukun dan sebelumnya huruf ya yang berbaris sukun. Contoh:
{خَيْرْ}، {قَدِيْرْ}
b.3. Jika huruf ra berbaris sukun, sebelumnya huruf berbaris kasroh dan tidak ada huruf isti'la setelah huruf yang berbaris kasroh tersebut. Contoh:
{أَنْذِرْهُم}، {فِرْعَوْن}، {مِرْيَة}.

Bolehnya tarqiq atau tafkhimnya huruf ra terdapat dalam 3 ketentuan, antara lain:
1. Ra yang diwaqafkan, sebelumnya huruf yang dibaca tebal/tafkhim. Contoh:
{مِصْرْ} {قِطْرْ}.

2. Ra yang berbaris sukun, sebelum huruf berbaris kasroh asli dan setelahnya huruf isti'la yang berbaris kasroh. Contoh:
{فِرْقٍ}
3. Ra berabaris kasroh yang diwaqafkan dan sebelumnya huruf berbaris fat-hah atau dhammah. Contoh:
{فأسْرِ}، {أَنْ أَسْرِ}، {يَسْرٍ}، {وَنُذْرٍ}.
Cara membaca tafkhim/tarqiq, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
Catatan:
Urutan huruf-huruf isti'la yang lebih kuat tafkhim/tebalnya adalah huruf-huruf di bawah ini (diurut dari kanan):
ط ص ظ ق غ خ
Ketika berharokat, urutannya yang lebih kuat tafkhimnya adalah ketika berharokat fat-hah, dhammah dan terakhir kasroh. Contoh:
{طَائِفَة}، {طَبَعَ}
{طُوْبَا}
{طِبْتُم}.

Untuk praktik, bacalah mulai QS. Al Fatihah dan An Nas hingga Asy Syamsi dengan memperhatikan bab-bab panduan untuk kelompok Fashoha (F) disertai bimbingan guru. Bagi wanita yang berhalangan, bisa menggunakan kitab Hadist/Al Barzanji/kitab Diba' sebagai alternatif.

BAB IV
HUKUM NUN MATI DAN TANWIN


14.1. Pengertian Nun Mati dan Tanwin
Nun mati adalah nun yang tidak berbaris, bacaannya tergantung dengan huruf yang datang berikutnya. Tanwin (baris dua) adalah nun sukun tambahan yang terdapat di akhir kata jika kata tersebut dilafalkan atau disambung dan hilang jika kata tersebut ditulis atau dijadikan tempat berhenti. Tandanya: dua dhammah atau dua fathah atau dua kasrah
Nun sukun yang terjadi dari tanwin ini diperlakukan sama seperti nun sukun dalam cara membacanya.
Catatan: Apabila ada nun sukun atau tanwin dan sesudahnya terdapat hamzah washal, maka kedua-duanya tidak boleh dibaca dengan izhar, idgham, iqlab atau ikhfa, akan tetapi harus dibaca kasrah untuk menghindari bertemunya dua huruf yang sukun, seperti contoh di bawah ini.
لِمَنْ ارْتَضَى===> لِمَنِ ارْتَضَى
Kecuali huruf nun pada –anggota huruf jar (huruf bahasa Arab)-, maka huruf nun tersebut harus dibaca fathah untuk menghindari bertemunya dua huruf yang sukun, karena beratnya pindah dari baris kasrah ke baris fathah, seperti contoh di bawah ini.
مِنْ الله===> مِنَ الله
Catatan lain: Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada nun sukun atau tanwin hanya terjadi pada waktu washal (bersambung) saja, bukan pada waktu wakaf (berhenti). Perhatikan kalimat di bawah ini.



14.2. Hukum-hukum Bacaan Nun Mati atau Tanwin
14.2.1. Izhar (الإظْهَار)
Menurut bahasa, berarti memperjelas dan menerangkan.
Menurut istilah tajwid, melafalkan huruf-huruf izhar dari makhrajnya tanpa disertai dengung. Izhar terbagi menjadi dua (2) macam, yakni Izhar Muthlaq dan Izhar Halqi.
14.2.1.1. Izhar Muthlaq
Menurut bahasa, berarti memperjelas dan menerangkan. Menurut istilah tajwid, melafalkan huruf-huruf izhar dari makhrajnya tanpa disertai dengung.
Dinamakan muthlaq karena tidak ada kaitannya dengan kerongkongan atau bibir. Izhar muthlaq terjadi apabila nun sukun bertemu dengan atau dalam satu kata. Izhar semacam ini dalam Al-Quran hanya terdapat pada 4 tempat, yaitu:
dan ,

Aturan bacaan kedua-duanya adalah Izhar Muthlaq, walaupun berada dalam 2 kata. Hal ini sesuai dengan bacaan yang diriwayatkan oleh Iman Hafsh.

Al-An'aam (6): 99. Bunyi ayat, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.

14.2.1.2. Izhar Halqi
Menurut bahasa, berarti memperjelas dan menerangkan. Menurut istilah tajwid, melafalkan huruf-huruf izhar dari makhrajnya tanpa disertai dengung.
Dinamakan halqi karena makhraj huruf-hurufnya dari halq (kerongkongan). Hurufnya ada 6, yaitu: , , , , ,
Perhatikan contoh-contoh Izhar Halqi berikut ini:
Izhar Halqi - Huruf Hamzah ()

Al-A’laa (87): 5   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.

Izhar Halqi - Huruf Ha' ()

At-Taubah (9): 109   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
Izhar Halqi - Huruf 'Ain ()

Al-Fatihaah (1): 7   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
Izhar Halqi - Huruf Ha ()
Ali Imran (3): 20   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
Izhar Halqi - Huruf Ghain ()

Huud (11): 46   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
 
Izhar Halqi - Huruf Kha ()

Al-Maa’idah (5): 3   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.

14.2.2. Iqlab
Menurut bahasa, berarti merubah sesuatu dari bentuknya.
Menurut istilah tajwid, meletakkan huruf tertentu pada posisi huruf lain dengan memperhatikan ghunnah dan penuturan huruf yang disembunyikan (huruf mim). Dinamakan iqlab karena terjadinya perubahan pengucapan nun sukun atau tanwin menjadi mim yang tersembunyi dengan disertai dengung. Huruf iqlab hanya 1, yaitu huruf ba.
{من بعد} تقرأ : " مِمْبَعد ".
{بسلطان مبين}: تقرأ: " بسلطنمبين ".
{سميعٌ بصير}: تقرأ: " سميعمبصير ".
{بشراً مبين}: " تقرأ: " بشرمبين ".
{لينبذن}: تقرأ: " ليمبَذنّ ".
{أنبآء}: تقرأ: " أمباء ".
Bunyi bacaan yang benar, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
14.2.3. Idgham
Menurut bahasa, berarti memasukkan sesuatu ke dalam sesuatu.
Menurut istilah tajwid, memasukkan huruf yang sukun ke dalam huruf yang berharokat, sehingga menjadi satu huruf yang bertasydid. Idgham terbagi 2, yaitu: Idgham Bighunnah (disertai dengung) dan Idgham Bila Ghunnah (tanpa dengung).
Catatan: Idgham tidak terjadi kecuali dari 2 kata.
Huruf idgham ada 6, yaitu yang tergabung dalam kalimat:

14.2.3.1. Idgham Bighunnah
Idgham bighunnah mempunyai 4 huruf, yaitu yang tergabung dalam kalimat: yaitu: , , dan
Apabila salah satu hurufnya bertemu dengan nun sukun atau tanwin (dengan syarat di dalam 2 kata), maka harus dibaca idgham bighunnah, kecuali pada 2 tempat, yaitu: dan yang harus dibaca Izhar Muthlaq, berbeda dengan kaidah aslinya. Hal ini sesuai dengan bacaan yang diriwayatkan oleh Imam Hafsh. Contoh-contoh bacaan Idgham Bighunnah:
Idgham Bighunnah - Huruf Wawu ()

Ar-Ra’d (13): 34   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
Idgham Bighunnah - Huruf Mim ()

Ar-Rahmaan (55): 15   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
Idgham Bighunnah - Huruf Nun () 

Al-Insaan (76): 2   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
Idgham Bighunnah - Huruf Ya () 

An-Nisaa’ (4): 13   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
 
14.2.3.2. Idgham Bila Ghunnah
Idgham bila ghunnah mempunyai 2 huruf, yaitu: dan . Apabila salah satu hurufnya bertemu dengan nun sukun atau tanwin (dengan syarat di dalam 2 kata), maka bacaannya harus idgham bila ghunah kecuali nun yang terdapat dalam ayat , karena disini harus di baca saktah (diam sebentar tanpa bernafas) yang menghalangi adanya bacaan idgham.
Idgham Bila Ghunnah - Huruf Lam () 

Muhammad (47): 8   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
Idgham Bila Ghunnah - Huruf Ra () 

An-Najm (53): 23   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.

14.2.4. Ikhfa
Menurut bahasa, berarti menyembunyikan. Menurut istilah tajwid, melafalkan huruf antara izhar dan idgham, tanpa tasydid dan disertai dengan dengung. Disebut juga ikhfa haqiqi (nyata) karena kenyataannya persentase nun sukun dan tanwin yang disembunyikan lebih banyak dari huruf lainnya. Huruf ikhfa ada 15, yaitu awal kata dari kalimat:

Contoh-contoh bacaan ikhfa:
ص: {انْصُرْنا}، {وَلَمَنْ صَبَرَ}، {بِرِيْحٍ صَرْصَرٍ}، {وَنَخِيْلٌ صِنْوَانٌ}.
ذ: {مُنْذُ}، {مَنْ ذَا}، {وَكِيْلاً ذُرِّيَّةً}، {ظِلٍّ ذِيْ}.
ث: {الأُنْثَى}، {أَنْ ثَبَّتْنَاكَ}، {شَهِيْداً ثُمَّ}، {نُطْفَةٍ ثُمَّ}.
ك: {فَانْكِحُوْا}، {وَإِنْ كَانَتْ}، {عُلُوّاً كَبِيْراً}، {شَيْءٍ كَذَالِك}.
ج: {أَنْجَيْنَاه}، {مَنْ جَاء}، {رُطَباً جَنِيّاً}، {فَصَبْرٌ جَمِيْل}.
ش: {أَنْشَرْنَا}، {مِنْ شَهِيْدٍ}، {جَبَّاراً شَقِيّاً}، {رُكْنٍ شَدِيْد}.
ق: {تَنْقِمُوْنَ}، {مِنْ قَبْل}، {رِزْقاً قَالُوا}، {عَذَابٌ قَرِيْب}.
س: {الإِنْسَان}، {وَلَئِنْ سَأَلْتَهُم}، {قَوْلاً سَدِيْداً}، {فَوْجٌ سَأَلَهُم}.
د: {أَنْدَاداً}، {وَمَا مِنْ دَابَّة}، {كَأْساً دِهَاقاً}، {يَوْمَئِذٍ دُبُرَه}.
ط: {اِنْطَلِقُوْا}، {مِنْ طَيِّبَات}، {حَلاَلاً طَيِّباً}، {كَلِمَةً طَيِّبَةً}.
ز: {أُنْزِلَ}، {فَإِنْ زَلَلْتُم}، {نَفْساً زَكِيَّة}، {يَوْمَئِذٍ زُرْقاً}.
ف: {يُنْفِقُوْن}، {فَاِنْ فَاؤُوا}، {عَاقِراً فَهَبْ لِي}، {لَآتِيَةٌ فَاصْفَحْ}.
ت: {أَنْتَ}، {وَاِنْ تَصْبِرُوا}، {حِلْيَةً تَلْبَسُوْنَهَا}، {يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُوْن}.
ض: {مَنْضُوْد}، {وَمَنْ ضَلَّ}، {قَوْماً ضَآلِّيْن}، {قُوَّةٍ ضَعْفاً}.
ظ: {اُنْظُرُوا}، {مِنْ ظَهِيْر}، {ظِلاًًّ ظَلِيْلاً}، {سَحَابٌ ظُلُمَاتٌ}.
Bunyi bacaan yang benar, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
Catatan:
Membaca ikhfa dimulai dari tempat keluarnya huruf ikhfa yang mengiringi nun mati/tanwin. Untuk mengetahui tempat keluar hurufnya dengan cara meletakkan alif di awal huruf ikhfa, seperti:
أصْ، أذْ، أثْ، أكْ، أجْ، أشْ ، أقْ ، أسْ ، أدْ، أطْ، أزْ، أفْ، أتْ، أضْ، أظْ
Jika huruf ikhfa termasuk bacaan tafkhim/tebal, maka bunyi ikhfa ditafkhimkan/ditebalkan. Seperti: مِنْ صَدَقَة
Dan jika huruf ikhfa termasuk huruf tarqiq/tipis, maka bunyi ikhfa ditipiskan/ditarqiqkan. Sepert: مَنْ ذَا الَّذِي.


14.2.5. Mim Sukun
Adalah mim yang tidak berharokat/berbaris. Mim semacam ini bisa terdapat sebelum semua huruf hijaiyah kecuali 2 huruf mad [ , ] untuk menghindari bertemunya 2 huruf yang sukun.

14.2.5.1. Izhar Syafawi
Menurut bahasa, berarti memperjelas dan menerangkan. Menurut istilah tajwid, melafalkan huruf-huruf izhar dari makhrajnya tanpa disertai dengung. Dinamalan syafawi karena mim sukun makhrajnya dari pertemuan dua bibir, sedangkan penghubungannya kepada izhar karena ketetapan pengucapannya sama dengan pengucapan huruf izhar. Izhar syafawi mempunyai 26 huruf, yaitu semua huruf hijaiyah selain huruf mim dan ba.
Catatan: Jika terdapat huruf Wawu atau fa setelah mim sukun, huruf mim wajib dibaca izhar syafawi sehingga terhindar dari keraguan membacanya dengan ikhfa. Sebaliknya huruf mim wajib dibaca ikhfa ketika bertemu dengan huruf ba. Alasannya karena makhraj huruf mim dengan huruf Wawu adalah sama dan antara huruf mim dan fa sangat berdekatan. Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
{ذلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ}، {وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى}، {وَلَكُمْ فِيْهَا}، {عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّيْن}،
{عَلَيْهِمْ فِيْهَا}، {ذلِكُمْ حُكْم}.

Al-Fajr (89): 6   Bunyi surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.

14.2.5.2. Ikhfa Syafawi
Menurut bahasa, berarti menyembunyikan. Menurut istilah tajwid, disertai dengan dengung. Dinamalan syafawi karena mim dan ba makhrajnya dari pertemuan dua bibir. Ikhfa syafawi hanya mempunyai 1 huruf, yaitu huruf ba.

Ath-Thuur (52): 20  
Bunyi surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.


BAB XV
PERTEMUAN DUA HURUF

15.1. Pengertian dan Macam-macam Pertemuan Dua Huruf
15.1.1. Pengertian Pertemuan Dua Huruf
Pertemuan 2 huruf adalah bertemunya dua huruf yang makhraj/tempat keluarnya sejenis, mirip/berdekatan, identik dan beda/berjauhan. cara membacanya adalah dileburkan/idgham beserta dengung atau tanpa dengung.

15.1.2. Macam-macam Pertemuan Dua Huruf
Pertemuan dua huruf, baik secara lafal ataupun tulisan dapat terbagi ke dalam 4 kasus, yaitu: Mitslain (identik), Mutaqaribain (mirip-berdekatan), Mutajanisain (sejenis) dan Mutaba’idain (berbeda-berjauhan). Dalam konteks ini tidak dibahas hukum mutaba’idain, karena target yang ingin dicapai disini adalah dapat mengetahui huruf-huruf yang wajib di-idgham-kan dan yang tidak. Hal ini tidak didapati dalam mutaba’idain.
Hukum izhar dan idgham pada mitslain, mutaqaribain dan mutajanisain hanya terjadi pada huruf pertama saja, bukan pada huruf yang kedua. Berikut ini uraian macam-macam pertemuan dua huruf.
15.1.2.1. Idgham Mitslain
adalah bertemunya dua huruf yang hurufnya sejenis, seperti:
{مَا َلكُمْ ِمنْ}، {مَنْ َنزَّلَ} (didengungkan)، {بَلْ لاَ}، {مَا كاَنَتْ تَعْبُدُ}، {اِضْرِبْ بِعَصَاكَ}،{اِذْهَبْ بِكِتَابِي}، {يُدْرِكْكُم}، {إِذْ ذَهَبَ}(tidak dengung).
cara membaca yang benar, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
Catatan:
Khusus pada ayat
مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَه * هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَه [الحاقة: 28-29]
boleh izhar, idgham/dileburkan tanpa dengung dan saktah (berhenti sejenak tanpa nafas seukuran 2 harokat).
Apabila huruf yang pertama dan kedua adalah wawu dan ya maka tidak boleh dileburkan/diidghamkan. Tapi harus dibaca panjang/mad (2 harokat). Contoh:
{آمَنُوْا وَعَمِلُوا}، {الَّذِيْ يُوَسْوِسُ}.
Apabila huruf yang pertama termasuk dalam hukum mad lin/lembut dan huruf yang kedua sejenis, maka huruf yang pertama cukup dileburkan ke huruf yang kedua tanpa dengung atau mad. Contoh:
{وَالَّذِيْنَ آوَوْا وَنَصَرُوْا}
cara membaca yang benar, ikut petunjuk guru.

15.1.2.2. Idgham Mutajanisain
adalah dua huruf yang sama makhroj/tempat keluarnya, tapi beda sifat hurufnya. cara membacanya huruf yang pertama dileburkan pada huruf kedua tanpa dengung. Contoh:
تْ+ د {أَثْقَلَتْ دَعَوَا} تقرأ: " أَثْقَلََدَّعَوَا." {أُجِيْبَتْ دَعْوَتُكُمَا} تقرأ: " أُجِيْبَدَّعْوَتُكُمَا"
تْ+ ط: {هَمَّتْ طَائِفَتَانِ} تقرأ: هَمَّطَّائِفَتَانِ". {قَالَتْ طَائِفَةٌ} تقرأ: قَالَطَّائِفَةٌ".
دْ+ ت: {قَدْ تَبَيَّنَ} تقرأ: " قَتََّبَيَّنَ" . و{وَمَهَّدْتُ} تقرأ: " وَمَهَّتُّ. {لَقَدْ كِدْتَ} تقرأ: " لَقَدْكِتَّ "
بْ+م: {يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا} [ هود: 42 ] تقرأ: "يَا بُنَيَّ ارْكَمَّعَنَا ".
ذْ + ظ: {إِذْ ظَلَمْتُم} تقرأ " إِظَّلََمْتُم ".
ثْ + ذ: {يَلْهَثْ ذلِك} تقرأ: " يَلْهَذَّلِك ".
طْ+ ت: {أَحَطْتُ} تقرأ: " أَحَتُّ ". {بَسَطْتَ}. تقرأ: " بَسَتَّ " {فَرَطْتُم} تقرأ: " فَرَتُّم ".

Catatan:
Sifat huruf tha harus tetap ditampakkan dalam meleburkan tha ke huruf berikutnya yakni ditebalkan seperti membaca huruf tha aslinya. cara membaca yang benar, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.

15.1.2.3. Idgham Mutaqaribain
apabila ada dua huruf yang berdekatan makhraj/sifat hurufnya dan huruf yang pertama berharakan/berbaris sukun, maka huruf yang pertama dileburkan pada huruf yang kedua tanpa dengung. Contoh:

لْ + ر: {قلْ رب} ===> " قُرَّبِّ "
قْ + ك: {المْ نخلقْكُم} ===> " نَخْلُكُّمْ "
ضْ + ط: {ممَِّا اضْطُرِرْتُم}.
ضْ + ت : {فَإِذَا أَفَضْتُم}.
ظ: {سواءٌ علينا أوَعظت}.
Pada contoh قْ bertemu ك tersebut, dalam membaca huruf qaf boleh tetap menjaga sifat huruf qaf yakni tebal (tafkhim) atau tidak ditebalkan yakni dibaca seperti huruf kaf (ك) sehingga bacaannya sama dengan huruf kaf. Termasuk pada contoh-contoh di bawah ini adalah huruf-huruf yang bersifat tebal/tafkhim.
ضْ + ط: {إِلاَّ مَا اضْطُرِرْتُم}.
ضْ + ت : {فَإِذَا أَفَضْتُم}.
ظْ + ت : {سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَوَعَظْتَ}.
cara membaca yang benar, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
BAB XVI
HUKUM-HUKUM MAD


16.1. Pengertian dan Macam-macam Mad
Mad, menurut bahasa, berarti tambahan. Menurut istilah tajwid, memanjangkan suara/melamakan bacaan pada salah satu huruf-huruf hijaiyah ketika waqaf/washal ketika bertemu dengan huruf mad. Huruf mad ada 3, yaitu alif (ا ), wawu (و) dan ya (ي). Syarat mad, huruf sebelum wawu berbaris dhammah, sebelum ya berbaris kasrah dan sebelum alif berbaris fathah. Jika huruf yang sebelum ya atau Wawu sukun itu berbaris fathah tidak dibaca panjang kecuali diwaqafkan (hukumnya menjadi mad lin yang dijelaskan pada bagian tertentu). Ingat, cara membaca mad yang benar, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih. Secara umum mada terbagi menjadi dua (2):
a. Mad Thabi'i atau Mad Asli
Yaitu bila huruf yang setelah mad bukan huruf hamzah atau sukun.
Dinamakan thabi'i karena mad tersebut merupakan sesuatu yang thabi'i (alami), kadarnya tidak kurang dan tidak lebih. Aturan membacanya panjang 2 harokat.

a.1.. Mad Asli: Pada Wakaf dan Washal
Huruf mad tetap ada disaat washal atau wakaf, baik huruf mad itu terletak di tengah, seperti pada kata atau di akhir, seperti pada kata
.
Syarat mad thabi’i, tidak terdapat huruf hamzah atau sukun setelah huruf mad tersebut.

Al-Mutaffifiin (83): 26   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!
a.2. Mad Asli: Pada Washal
Mad asli atau thabi'i bisa terjadi pada shilah shughra, yaitu huruf Wawu kecil yang terdapat setelah ha dhamir yang berbaris dhammah dan ya kecil yang terdapat setelah ha dhamir yang berbaris kasrah. Agar ha dhamir bisa disambung dengan Wawu atau ya, maka disyaratkan agar huruf itu harus terdapat di antara 2 huruf yang berharokat seperti .
Dalam hal ini Wawu dan ya dibaca panjang 2 harokat (dengan syarat tidak terdapat huruf hamzah pada kata lain) ketika washal, sedangkan ketika wakaf tidak dibaca panjang.

'Abasa (80): 35   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

a.3. Mad Asli: Pada Wakaf
Mad asli atau thabi’i bisa juga terjadi pada huruf mad yang ada ketika wakaf dan hilang ketika washal. Hal ini terjadi pada huruf alif pengganti tanwin (fathatain) seperti , jika berhenti pada huruf alif .
Dalam hal ini mad akan hilang jika disambung dengan kata sesudahnya.

a.4. Mad Asli: Ketika Bertemu Lam Ta'rif (الْ)
Mad asli/thabi'i tidak dibaca panjang atau dibaca pendek ketika dilanjutkan/diwashalkan dan bertemu dengan lam ta'rif. Contoh:
عَلىَ اْلأَرْض، مَنْ ذاَ الَّذِي، قُلِ ادْعُوا الله، فيِ اْلأَرْض



b. Mad Far'i
Menurut bahasa far'i berarti cabang. Sedangkan menurut istilah mad far'i adalah bacaan mad karena salah satu 2 sebab, yaitu hamzah atau sukun. Ada beberapa jenis mad far'i, antara lain:

b.1. Mad Wajib Muttashil (satu kata)
Disebut mad muttashil, bila mad thabi'i bertemu dengan huruf hamzah dalam satu kata. Mad muttashil disebut juga mad wajib. Aturan bacaannya panjang, 4 harokat atau 5 harokat atau 6 harokat dan tidak boleh ditambah/dikurangi dari pilihan panjang tersebut. Contoh:

Ar-Ra'd (13): 21   Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

b.2. Mad Jaiz Munfashil (terpisah)
Disebut mad munfashil, bila mad thabi'i bertemu dengan huruf hamzah di kata berikutnya. Dinamakan munfashil karena huruf mad dengan huruf hamzah terdapat pada kata yang berbeda. Aturan membacanya, boleh 2 harokat, 4 harokat atau 5 harokat menurut imam Hafsh. Termasuk mad munfashil, shilah kubra, yaitu bila Wawu kecil yang terdapat setelah ha dhamir yang berbaris dhammah dan ya kecil yang terdapat setelah ha dhamir yang berbaris kasrah bertemu dengan hamzah di lain kata. Aturan membacanya sama dengan mad shilah di saat washal, sedangkan di saat wakaf tidak dibaca panjang.

Al-'Anfaal (8): 72  
Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!
Catatan:
Apabilah terdapat 2 atau lebih bacaan Mad Wajib Muttashil atau Mad Jaiz Munfashil, maka hukum bacaan panjang antara mad yang pertama dengan yang berikutnya harus sama, tidak boleh berbeda karena dianggap satu derajat. Tidak boleh yang pertama dibaca 4, yang kedua dan seterusnya dibaca 5 ata 6 dan sebaliknya.Jadi, jika mad yang pertama dibaca 4 harokat, maka mad kedua dan seterusnya dibaca 4 harokat pula. Jika dibaca 5 harokat, mad kedua dan seterusnya dibaca 5 harokat pula. Jika dibaca 6 harokat, mad kedua dibaca 6 harokat pula. Contoh:
{مِنَ السَّمَآءِ مَآءً}، {نَتَّبِعُهُ إِنَّآ إِذَا}، {كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوْا اَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَآءُ }.

b.3. Mad Sebab Sukun
Ada dua jenis mad sebab sukun, antara lain:
b.3.1. Mad 'Aridh Lissukun
Menurut bahasa kata 'aridh berarti melintang. Menurut ilmu tajwid mad 'aridh lissukun adalah bacaan huruf berharokat yang diwaqafkan dan sebelumnya terdapat huruf mad. Panjangnya bisa 2, 4, atau 6 harokat. Contoh:
{شَدِيْدُ اْلعِقَابْ}، {قَدْ أَفْلَحَ اْلمُؤْمِنُوْن}، {رَبِّ اْلعَالَمِيْن}،{أَمْرِيْ}

b.4. Mad Lazim
Disebut mad lazim, bila mad thabi'i bertemu dengan sukun yang tetap ada baik dalam keadaan washal atau wakaf, baik dalam 1 kata ataupun tidak. Dinamakan lazim (harus), karena mad tersebut harus dibaca 6 harokat dan keharusan adanya sukun, baik ketika washal ataupun wakaf.

b.4.1. Mad Lazim Kilmi Mutsaqqal
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah mad thabi'i yang bertemu dengan huruf yang bertasydid dalam 1 kata. Aturan membacanya wajib panjang, 6 harokat.
Dinamakan mutsaqqal karena berat mengucapkannya sebagai akibat terdapatnya tasydid pada huruf yang sukun. Contoh, huruf alif dalam: , dari firman Allah Taala: .

Ali Imran (3): 61  
Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

b.4.2. Mad Lazim Kilmi Mukhaffaf
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah mad thabi'i yang bertemu dengan huruf yang sukun (tetapi tidak bertasydid) dalam satu kata. Aturan membacanya wajib panjang, 6 harokat. Dinamakan mukhaffaf karena mengucapkannya ringan dan mudah sebagai akibat tidak adanya tasydid dan ghunnah pada mad itu. Dinamakan kalimi (kata) karena sukun asli dan mad thabi'i itu terdapat dalam 1 kata.

Yunus (10): 51  
Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

b.5. Mad Harfi
Mad thabi'i yang bertemu dengan sukun asli (bukan karena wakaf) pada salah satu huruf hijaiyah yang bertasydid. Dinamakan harfi karena sukun asli tersebut terdapat setelah huruf mad. Hal ini terdapat pada huruf-huruf hijaiyah yang terletak di awal beberapa surat. Ada dua jenis mad harfi, yaitu:


b.5.1. Mad Harfi Mutsaqqal
Dinamakan mutsaqqal karena berat mengucapkannya akibat adanya tasydid pada sukun tersebut. Aturan membacanya wajib panjang, 6 harokat. Contoh, huruf lam dalam: , huruf sin pada طسم dan contoh lainnya yang sejenis. Contoh lainnya:
{آلم}، {المر}، {طسم}، {المص}

b.5.2. Mad Harfi Mukhaffaf
Dinamakan mukhaffaf karena ringan mengucapkannya akibat tidak adanya tasydid dan ghunnah pada mad itu. Contoh, huruf mim dalam: dan contoh lain yang sejenis.
Catatan: huruf hijaiyah yang terdapat pada permulaan surat ada 14 huruf, yaitu yang tergabung dalam kalimat: . Aturan membaca panjangnya bisa 2, 4 dan 6 harokat. Cara membaca mad harfi yang benar ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih.
Contoh-contoh dalam Al Qur'an:
{ن والقلم}، {ق والقرآن}، {طس}، {طه}

b.6. Mad Badal (panjangnya hamzah)
Disebut mad badal, bila huruf hamzah terdapat sebelum mad thabi'i di dalam 1 kata (setelah mad tidak ada lagi hamzah.atau sukun). Dinamakan badal karena huruf mad merupakan pengganti dari huruf hamzah, dimana asal dari mad badal pada umumnya adalah karena bertemunya 2 hamzah dalam 1 kata, yang pertama berharokat dan yang kedua sukun, seterusnya huruf hamzah yang kedua diganti menjadi huruf mad yang sesuai dengan jenis harokat huruf hamzah yang pertama, untuk meringankan bacaan.
Jika huruf hamzah yang pertama berbaris fathah, maka yang kedua diganti menjadi huruf alif, seperti: آمَنُوا asalnya . Jika huruf yang pertama berbaris kasrah, maka yang kedua diganti menjadi huruf ya, إِيْمَانًا seperti: asalnya . Jika huruf yang pertama berbaris dhammah, maka yang kedua diganti menjadi huruf Wawu, seperti: اُوْتُوا asalnya . Aturan membacanya, panjang dua harokat seperti mad thabi'i.

b.7. Mad 'Iwadh
Menurut bahasa 'iwadh berarti ganti. Adapun menurut ilmu tajwid mad 'iwadh adalah mengganti bunyi tanwin fat-hah/fat-hatain menjadi fat-hah biasa, tapi bacaannya dipanjangkan seukuran dua harokat. Dengan syarat, huruf yang berharokat fathatain bukan huruf ta marbuthah (ة). Contoh:
{أجراً عظيماً}، {عفواً غفوراً}، {إلا قليلاً}، {مُسَمًّى}.

b.8. Mad Tamkin
Menurut bahasa tamkin berarti mengokohkan. Sedangkan menurut istilah tajwid mad tamkin adalah mengokohkan bacaan 2 ya dalam satu kata dengan ketentuan, ya pertama berharokat tasydid dan yang ya kedua berharokat sukun. Panjang bacaannya seukuran 2 harokat. Contoh:
{حُيِّيْتُم}، {النَّبِيِّيْن}.

b.9. Mad Lin
Menurut bahasa lin (لين) berarti lembut. Sedangkan menurut istilah ilmu tajwid mad lin adalah sukunnya huruf wawu dan ya yang sebelumnya huruf berharokat fat-hah dan setelahnya huruf berharokat sukun/diwaqafkan. Contoh:
{قُرَيْشْ}، {عَلَيْهْ}، {اْلبَيْتْ}، {خَوْفْ}.

b.10. Mad Shilah
Menurut bahasa shilah berarti bersambung. Mad shilah terbagi menjadi dua macam:
b.10.1 Mad Shilah Kubra
adalah bacaan panjang ha dhamir yang bertemu dengan hamzah. Panjang bacaannya seperti hukum Mad Jaiz Munfashil, yakni minimal 4 harokat menurut imam Hafsh. Contoh:
{وَلَهُ أَجْرٌ}، {بِهِ أَحَداً}، {فِيْهَا اُولَئِكَ}.

b.10.2. Mad Shilah Shuqhra
adalah bacaan panjang ha dhamir yang tidak bertemu dengan hamzah. Panjang bacaannya cukup 2 harokat seperti Mad Thabi'i. Contoh:
{أُعَذِّبُهُ عَذَاباً}، {قُلْتُهُ فَقَدْ}، {بِكَلِمَتِهِ وَيَقْطَعَ}.
Kecuali contoh ayat di bawah ini:
{يَرْضَهُ لَكُمْ} [الزمر: 7].

BAB XVII
PANTULAN HURUF


17.1. Pengertian Pantulan Huruf (Qalaqalah)
Pantulan huruf lazim disebut qalqalah. Menurut istilah tajwid, qalqalah adalah bunyi getaran/pantulan suara yang terjadi ketika mengucapkan huruf yang sukun sehingga menimbulkan semacam pantulan suara yang kuat, baik sukun asli ataupun tidak.
Huruf qalqalah ada 5, yaitu yang tergabung dalam yaitu: huruf , , , dan .
Syarat qalqalah: Hurufnya harus sukun, baik sukun asli atau yang terjadi karena waqaf/berhenti pada huruf qalqalah.

17.2. Tingkatan Bacaan Pantulan Huruf (Qalqalah)
Ada beberapa tinggakatan qalqalah, antara lain:
17.2.1. Qalqalah Tingkatan Rendah
Tingkat qalqalah yang paling rendah terjadi apabila huruf qalqalah terletak di tengah-tengah kata. Seperti huruf jim pada kalimat:

Yaasin (36): 54  
dan contoh lain yang sejenis.Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!



17.2.2. Qalqalah Tingkatan Sedang
Tingkat qalqalah yang sedang (pertengahan) terjadi apabila berhenti pada huruf qalqalah, sedang huruf tersebut tidak bertasydid. Seperti huruf tha pada kalimat:

Huud (11): 92  
dan contoh lain yang sejenis. Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!


17.2.3. Qalqalah Tingkatan Keras
Tingkat qalqalah yang paling keras terjadi apabila berhenti pada huruf qalqalah, sedang huruf tersebut bertasydid. Seperti huruf qaf pada kalimat:

Al-Baqarah (2): 176  
dan contoh lain yang sejenis. Bunyi Surah, ikuti petunjuk guru dan baca berulang-ulang hingga fasih!

BAB XVIII
BACAAN ASING (GHARIB)

Perlu diketahui, menurut standar tartil bacaan imam Hafsh, riwayat imam 'Ashim bahwa dalam Al Qur'an terdapat bacaan-bacaan asing/gharib yang tidak begitu lazim digunakan Bahasa Arab, tapi harus dipraktikkan dalam membaca Al Qur'an. Bacaan gharib tersebut antara lain:
18.1. Imalah
Menurut bahasa imalah berarti condong atau miring. Menurut ilmu tajwid berarti memiringkan harokat fat-hah kepada harokat dhammah. Menurut bacaan imam Hafsh hanya ada satu kata dalam Al Qur'an yang dibaca imalah, yaitu kata مَجْرَيهَا pada ayat:
وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا ۚ إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ﴿٤١﴾
QS. Huud: 41
Cara membaca yang benar, ikuti petunjuk guru.

18.2. Isymam
menurut bahasa isymam berarti mencium. Sedangkan menurut istilah tajwid adalah membaca huruf yang berharokat fat-hah dengan mengumpulkan dua bibir sedikit dari bacaan sukun sebagai isarat/tanda membaca sedikit dhammah. Menurut bacaan imam Hafsh hanya ada satu kata dalam Al Qur'an yang dibaca isymam, yaitu kata تَأْمَنَّا pada ayat:
يَا أَبَانَا مَا لَكَ لا تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ [يوسف: 11]
Cara membaca yang benar, ikuti petunjuk guru.

18.3. Saktah
Saktah menurut bahasa berarti diam. Sedangkan menurut ilmu tajwid adalah berhenti sejenak tanp nafas seukuran dua harokat. Biasanya pada kata yang dibaca saktah diberi tanda huruf س kecil atau kata سكتة kecil. Menurut imam Hafsh, bacaan saktah dalam Al Qur'an ada pada ayat-ayat berikut ini:
وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجَا س * قَيِّمًا لِيُنذِرَ بَأْسًا… [الكهف: 1-2].
قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا س هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَانُ... [يس: 52].
وَقِيلَ مَنْ س رَاقٍ [القيامة :27].
كَلا بَلْ س رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ [المطففين: 14].
Adapun pada ayat ini di bawah ini, boleh saktah dan boleh meleburkan ha yang pertama pada ha yang kedua.
مَا أَغْنَى عَنِّيْ مَالِيَه * هَلَكَ عَنِّيْ سُلْطَاِنيَّة [الحاقة: 28-29]
Cara membaca yang benar, ikuti petunjuk guru.
Menurut standar tartil bacaan imam Hafsh, selain ayat-ayat tersebut tidak boleh membaca Al Qur'an dengan berhenti tanpa nafas. Jadi harus berhenti dengan nafas sesuai konsep wakaf dan ibtida. Karena jika membaca ayat-ayat selain tersebut dengan konsep saktah, maka bacaannya digolongkan bacaan yang syadz (diragukan) atau bahkan tergolong bacaan maudhu' (ditolak, tidak ada ulama yang bertanggung jawab).

18.4. Tashil
Tashil menurut bahasa berarti memudahkan. Sedangkan menurut ilmu tajwid saktah berarti memudahkan bacaan salah satu dari dua haruf hemzeh. Menurut imam Hafsh, bacaan tashil dalam Al Qur'an hanya pada hemzeh kedua pada kata أَأَعْجَمِيُّ dalam ayat:
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ ۖ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ ۗ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ ۖ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى ۚ أُولَٰئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ ﴿فصِّلت:٤٤﴾
QS. Fushshilaat: 44
Cara membaca yang benar, ikuti petunjuk guru.

Untuk praktik, bacalah QS. Al Fatihah, Yasin, Waqi'ah, Ar Rahman dan juz 30 sesuai kaidah-kaidah panduan kelompok Tajwid (T) disertai bimbingan guru. Bagi wanita yang berhalangan, bisa menggunakan kitab Hadist/Al Barzanji/kitab Diba' sebagai alternatif.

BAB IX
BACAAN STANDAR TARTIL DAN SUNAH-SUNAHNYA

19.1. Pengertian Tartil & Bentuk Bacaannya yang Lazim
Seperti pada ulasan derajat bacaan, tartil merupakan cara membaca Al Qur'an perlahan-lahan, tenang dan melafalkan setiap huruf dari makhrajnya secara tepat, menerapkan hukum-hukum bacaan tajwid dengan sempurna, merenungkan maknanya dan disertai ghayah/lagu yang bagus/indah. Membaca Al Qur'an dengan lagu/ghayah yang indah bukan untuk pamer atau ingin dipuji, melainkan karena ada perintah dari rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana sabdanya berikut ini dalam kitab Mafaatihul Jinaan:
زَيِّنُوا اْلقُرْآنَ بِاَصْوَاتِكُمْ
Artinya: “hiasilah Al Qur'an dengan suaramu”.

Yang dimaksud menghiasi bacaan adalah dengan membaca secara tartil, sesuai kaida-kaidah ilmu tajwid, suara yang bagus dan pelafalan yang tepat sesuai pelafalannya orang arab.
Sabda nabi lainnya, riwayat imam Abu Daud dari Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abi Lubabah:
مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِاْلقُرْآنِ فَلَيْسَ مِنَّا
Artinya: “barang siapa yang tidak membaca Al Qur'an dengan lagu/ghayah (intonasi yang indah), maka dia bukanlah golonganku (yang disukai)”.

Perlu diperhatikan bahwa orang yang belum bisa membaca Al Qur'an dengan lagu bukan berarti tidak diakui nabi, akan tetapi kurang dicintai/disenangi. Yang dimaksud lagu/ghayah adalah membaca Al Qur'an dengan jenis-jenis lagu yang telah terkenal/masyhur, seperti bayati, shoba, jiharka, sika, rosta, nahwan dan sejenisnya.
Sabda nabi lainnya dalam kitab Mafaatihul Jinaan:
اِنَّ اَحْسَنَ النَّاسِ صَوْتًا بِاْلقُرْآنِ الَّذِيْ اِذَا سَمِعْتُهُ يَقْرَأُ رَأَيْتُ اَنَّهُ يَخْشَى اللهَ
Artinya: “sesungguhnya paling baik suaranya manusia adalah ketika aku mendengarkan bacaan Al Qur'annya, aku beranggapan bahwa ia takut kepada Allah”.

Bacaan yang dengan intonasi sedih dan bahkan hingga bisa menangis adalah bacaan seseorang yang dianggap takut kepada Allah SWT. Karena Al Qur'an dengan susah payah dan penuh sedih karena keagungan mukjizatnya. Sabda nabi lainnya dalam kitab Mafaatihul Jinaan:
اِقْرَؤُا اْلقُرْآنَ بِلُحُوْنِ اْلعَرَبِِ
Artinya: “bacalah Al Qur'an sesuai dengan lihan/kefasihan suarannya orang arab.

Maksudnya orang yang membaca kalimat-kalimat atau huruf-huruf Al Qur'an, usahakan kefasihan pelafalannya sama dengan pelafalannya orang arab. Seperti melafalkan huruf shad, 'ain dan huruf-huruf lainnya harus fasih seperti orang arab. Karena lihan/kefasihan bacaan sangat menentukan kepada maka kata atau kalimatnya. Jadi, meskipun membaca Al Qur'an juga dituntut dengan lagu/ghayah tidak boleh mengesampingkan kefasihan dalam melafalkan huruf-huruf maupun kalimat-kalimat ayat Al Qur'an. Untuk itu, agar mampu melafalkan Al Qur'an seperti fasihnya orang arab harus berguru kepada orang yang fasih atau langsung kepada orang arab sendiri. Bacaan tartil adalah bacaan yang bisa memenuhi tuntunan 4 hadist di atas. Maka, jika diurut secara tahapan yang benar, belajar membaca Al Qur'an harus diawali dari pelafalan yang fasih, kemudian belajar lagu/ghayah dan belajar membaca dengan sedih.

19.2. Sunah-sunah dalam Membaca Al Qur'an
Dalam membaca Al Qur'an dituntut pula untuk bisa melakukan anjuran-anjuran yang diajarkan dan dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. Di antara sebagian anjuran-anjurannya dalam membaca Al Qur'an antara lain:
1.Membaca ta'awwudz/isti'adzah sebelum atau ketika memotong bacaan dengan pembicaraan. Adapun bentuk yang lazim sebagai berikut:
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم
اَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم
2.Kondisi badan dan pakaian yang suci dan bersih, wangi dan menghadap kiblat (jika memungkinkan).
3.Membaca Al Qur'an disertai lagu/ghayah, sedih/menangis dan penuh renungan dengan nyaring atau pelan. Jika hatinya terjaga dari riya, ujub dan sejenisnya serta tidak dianggap menggangu orang lain, maka membaca Al Qur'an dengan nyaring dianjurkan. Tapi, membaca dengan pelan lebih unggul.
4.Membaca do'a atau kalimat-kalimat thayyibah/baik pada ayat-ayat tertentu sebagaimana uraian tabel berikut ini.
DO'A ATAU KALIMAT THAYYIBAH
LETAK AYAT
بَلَى وَاَنَاعَلَى ذَالِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْن
Akhir surah At Tiin (Juz 30)
رَبِّ حَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرًا
Akhir Surah Al Ghasyiyah (Juz 30)
بَلَى اِنَّهُ عَلىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر
Akhir surah Al Qiyamah (Juz 29)
امَنَّا بِالله
Akhir surah Al Mursalat (Juz 29)
اللهُ رَبُّ اْلعَالَمِيْن
Akhir surah Al Mulk (Juz 29)
بَلَى اَنْتَ يَا رَبِّ 3x
اَاَنْتُمْ تَخْلُقُوْنَهُ اَمْ نَحْنُ اْلخَالِقُوْن (الواقعة, جز 27)
بَلَى يَا رَبِّ
Q.S. Al Hadid: 15, juz 27)
5.Memohon lindung kepada Allah SWT jika membaca ayat tentang siksa dan memohon kebaikan jika membaca ayat tentang nikmat.
6.Sujud tilawah ketika membaca ayat-ayat tasbih selain waktu setelah shubuh dan ashar. Caranya cukup takbiratul ihram, kemudian sujud tanpa bertakbir dan membaca do'a:
اَلَّلهُمَّ لَكَ سَجَدْتَ وَبِكَ امَنْتُ وَلَكَ اَسْلَمْتُ سَجَدَ وَحْهِيْ لِلَّذِيْ خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ تَبَارَكَ اللهُ اَحْسَنُ اْلخَالِقِيْن. سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ اْلَملاَئِكَةِ وَالرُّوْح.
Jika tidak sujud, membaca:
سُبْحَانَ اللهِ وَاْلحَمْدُ ِللهِ وَلاَ اِلهَ اِلاَّ الله. هُوَ اللهُ اَكْبَرْ 3x. وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْم.
Menurut jumhur/mayoritas ulama, ayat-ayat sajadah ada di 14 tempat, yakni:
6.1. Ayat terakhir Q.S. Al A'Raf
6.2. Q.S. Ar Ra'd: 15 (بِاْلغُدُوِّ وَاْلاصَال).
6.3. Q.S. An Nahl: 50 (وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْن).
6.4. Q.S. Al Isra: 109 (وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعًا).
6.5. Q.S. Maryam: 58 (خَرُّوْا سُجَّدًا وَّبُكِيًّا).
6.6. Q.S. Al Haj: 18 (اِنَّ اللهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ).
6.7. Q.S. Al Haj: 77 (وَافْعَلُوا اْلخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن).
6.8. Q.S. Al Furqan: 60 (وَزَادَهُمْ نُفُوْرًا).
6.9. Q.S. An Naml: 26 (رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْم).
6.10. Q.S. Sajadah: 15 (وَهُمْ لاَ يَسْتَكْبِرُوْن).
6.11. Q.S. Fushshilat: 38 (لاَ يَسْأَمُوْن).
6.12. Akhir Q.S. An Najm.
6.13. Q.S. Al Insyiqaq: 21 (لاَ يَسْجُدُوْن).
6.14. Q.S. Al 'Alaq: 19 atau akhir surah.
Oleh: Ustadz Abdul Halim Al-Hafidz
والله اعلم بالصواب
DAFTAR BACAAN

Al Qur'an Al Karim
Al Ghazali, Imam : Mukhtashar Ihya Ulumiddin. Darul Fikri
Amin, Arwani, Muhammad, KH. : Faidhal Barakaat Fii Sab'il Qiraa-at. Mubarakatan Thayyibatan, Kudus: 2007
Humam, As'ad, KH. : Cara Cepat Belajar Tajwid Praktis. Tim Tadarus AMM Yogyakarta: 2005
Murtadha, Alwi, Bashari, Muhammad, KH : Mabaadi Ilmu Tajwid. CV. Rahmatika, Malang: 2005
Nawawi, Imam : Tibyan Fii Adaabi Hamalatil Qur'an. Al Hidayah, Surabaya.
Rauf, Abdu, Idris, Muhammad, KH. : Kamus Idris Al Marbawi. Al Hidayah, Surabaya.
Soenarto Ahmad : Pelajaran Tajwid Praktis & Lengkap. Bintang Terang, Jakarta: 1988
Tamim, Mohamed, Mr. dkk : Modern Islamic Encyclopedia (Software). 1998-1999
Ya'qub, Syaikh : Mafaatihul Jinaan. Hakikat Kitabevi, Turkey: 2007.
http://ilma95.net/tajwid.htm